"Kamu, itu sepertinya pendiam tapi iseng benar Lur. Awas kalau ketangkep, aku cubit kamu di pinggangmu. Rasakan sakitnya aku cubit, hihihi..."
"Ampun, aku paling ngeri kalau dicubit sebelah situ Dit, kaburrrrr."
"Awas ya kalau ketangkep, aku bikin pinggangmu merah kena cubitanku."
"Kalau, kena pasti kamu makin sayang khan."
"Gak, Geer," Dita terus mengejarku sementara aku lincah berlarian di jalan kecil yang kiri kanannya adalah rumpun padi.
"Sudah, Dit, aku nyerah terserah kamu mau cubit aku sampai merah, kamu jago lari juga nih, larimu kencang banget."
"Khan aku sering latihan lari Sabtu Minggu, bukan hanya Hari Sabtu saja kadang hari Rabu sore hari sebentar Cuma 5 kilo."
"Cuma? Itu sudah jauh Non."
"Aku aku kasih cubitan"
"Auuuuuuuuu...Sakit, benar-benar kamu Ya Dita teganya..."
Meskipun harus meringis kesakitan aku makin sayang pada Dita. Gak terbayang bisa jalan bareng dengan dia, mana gak menyangka ia suka ketika kutembak. Ini keberuntungan yang langka. Tapi aku syukuri saja, selanjutnya ya jalan saja. Masalah awet tidaknya  aku tidak bisa menebaknya.