Di bawah pohon kersen, aku sengaja menunggu dia melintas. Aku cukup hapal karena ia suka memetik buahnya. Sudah terkumpul beberapa buah kersen yang aku kantongi di plastik. Semilir angin seperti menerbangkan hawa perempuan yang khas. Juga aroma lembut shampoo yang tertiup angin. Itu pasti dia. Perempuan manis, bergigi gingsul.
Perawakannya cukup tinggi  dibandingkan teman-temannya yang rata-rata mungil. Perawakannya langsing dan sudah mulai terlihat lekuk-lekuk dewasa perempuan yang mulai beranjak remaja. Bagian dada tidak lagi rata, namun sudah mulai muncul terlihat tonjolan yang memperlihatkan bahwa ia sudah tumbuh semakin dewasa. Kadang pikiran yang kotor laki-laki sering membayangkan garis-garis tubuh yang membuat jantung dan gejolak remaja memberontak. Menurut buku psikologi yang pernah kubaca. Normal laki-laki mulai memperhatikan perempuan. Ada bagian-bagian tertentu seperti wajah, bagian dada dan kaki perempuan. Itu spontan naluri normal laki-laki.
Sungguh terlalu kalau laki-laki tidak memperhatikan gerak-gerik perempuan dan juga bagian tubuhnya yang menarik. Bahkan di sekolah tanpa sepengetahuan guru ada beberapa siswa yang sering membawa novel stensilan. Zaman dulu stensilan itu amat terkenal meskipun dijualnya secara diam-diam. Sebetulnya bacaan dewasa, karena ada beberapa halaman yang menggambarkan bagaimana  hubungan antara laki-laki dan perempuan saat sedang memadu kasih.
Any Arrow...banyak remaja yang diam-diam membacanya. Itu kenakalan-kenalan yang tidak terekspos, tapi bahkan ada remaja perempuan pun membacanya diam-diam. Jujur kukatakan aku pernah membacanya dan khayalan terbang pada kata-kata yang muncul di halaman tengah. Ah, masa remaja  rasa penasaran membuat tingkah laku remaja kadang membuat pusing kepala orang tua.
Aku gelagapan ketika Dita sudah ada di depan mata. Kulihat ia berdiri sebentar melihat pohon kersen.
"Sudah tidak perlu repot- repot metiknya. Dit, Nih sudah kupetiki tadi yang merah-merah."
"Ih, Kamu baik banget. Lur."
Di sekolah aku sering dikasih nama alias Kelur. Entah darimana datangnya istilah itu tapi karena keseringan tidur di kelas teman-teman sering memanggilku Kelur. Kalau teman-teman laki-laki sering memanggilku Ndes karena waktu kecil sampai remaja rambutku kubiarkan panjang. Lebih panjang dari teman lainnya, hingga keseringan dipanggil guru.
Aku tersenyum ketika Dita memujiku, sebenarnya ada rasa perasaan malu dan tersipu, apalagi saat mata Dita memandangiku begitu rupa.
"Kamu kenapa memandangku begitu Dit, aku jadi..."
"Jadi apa..."