Tinjauan Sosial Kritis, Menyingkap Fenomena "Teror" Begal Motor diJakarta, dengan Realitas Sosial Kehidupan Rakyat Indonesia.
Dari pemaparan diatas telah dibahas bagaimana fenomena begal motor dan tinjauan singkat tentang teori sosial kritis. Sehingga dalam diri penulis muncul beberapa pertanyaan yang cukup mengusik dan terasa ganjil, aneh dan merasahkan secara sosial.
Pertama, apakah gejala tersebut merupakan proses alamiah, hanya sebatas bentuk dari rasa frustasi sosial yang saat ini melanda bangsa Indonesia secara kolektif dalam bangunanNation State atau Negara Bangsa moderen, ditengah memudarnya ekspektasi atau harapan banyak orang paska Pemilu 2014 beberapa waktu yang lalu, dimana banyak orang merasakan kehidupan yang seolah tidak ada perubahan dari masa-masa sebelumnya (Pemerintahan SBY), bahkan beberapa minggu ini rakyat banyak justru dikejutkan dengan terjadinya kenaikan berbagai harga-harga kebutuhan dasar seperti naiknya harga Beras, harga LPG, BBM dan lain-lain.
Kedua, situasi ini mengesankan seolah-olah kehadiran Negara tak berdaya dihadapan realitas sosial aksi-aksi Teror begal motor yang marak dimana-mana dilapisan rakyat bawah. Tapi ironisnya dalam situasi tertentu yang bersamaan, justru ditingkatan elite politik malah terjadi situasi Chaos, bagaimana konstelasi transaksional oleh elite-elite Politik Paska Pilpres lalau, rebutan jatah kekuasaan diantara mereka, seperti Konflik KMP VS KIH, konflik KPK VS Polri, yang terakhir konflik anatar Gubernur DKI Jakarta Ahok VS DPRD, dan konflik-konflik elit politik lain yang akan menyusul kemudian.
Ketiga, pertanyaan kritis berikutnya apakah para begal motor ini sejatinya bukanlah para maling atau pelaku kriminal kelas teri, atau maling-maling kecil yang mengalami frustasi akibat himpitan persoalan sosial-ekonomi, karena kemiskinan, karena kehidupan sehari-hari yang semakin sulit, sehinggga terpaksa beralih menjadi kriminal jalanan atau kriminal kelas kecil, yang meresahkan dan para korbannya adalah masyarakat dari kalangan kelas menengah bawah. Â Tapi fakta yang ditangkap berbagai media masa dilapangan, sindikat atau jaringan begal motor ini relatif punya modal besar, misalnya untuk memebegal satu motor, mereka menggunakan empat motor sekaligus, dengan tujuan untuk memangsa satu motor yang menjadi target sasaran pembegalan. Bahkan beberapa dari para begal ini menurut pengakuan warga dan Polisi menggunakan senjata api. Tidak menutup kemungkinan bahwa jaringan para begal motor yang beroperasi di Jakarta ini terorganisir dengan rapih dan merupakan sindikat kriminal bermodal besar.
Keempat, dari beberapa pertanyaan diatas, menjadi mencurigakan bahwa pola-pola yang sudah meneror masyarakat banyak ini jangan-jangan ada motif Politik dibaliknya atau by design, Artinya bukanlah peristiwa kriminal murni yang alamiah, wajar dan peristiwa yang berdiri sendiri.
Apakah peristiwa teror begal motor di Jakarta yang menebar teror ditengah masyarakat lapisan menengah-bawah ini, ada kemiripan pola dengan peristiwa Petrus tahun 1984 atau peristiwa kriminalitas di Jakarta tahun 1998-1999 dimasa Orde baru. Dimana berlangsung sebuah operasi Intelijen yang terorganisir, solid dan rapih yang dilakukan justru oleh negara. Dimana Negara dalam hal ini aparat keamanan justru membina dan mendesaind sedemikian rupa peristiwa Teror Kriminalitas lewat badan-badan Intelijennya, kemudian membombardir wacana kriminalitas "sadis dan mengerikan" ini dimana-mana termasuk melalui media masa, tujuan dibalik semua peristiwa sosial ini, untuk membangun pendekatan kembali legitimasi "Negara Keamanan" (baca: Negara Polisi) atau represifitas Sosial kepada masyrakat luas. Misalnya apakah ada motif tersembunyi pula dalam konstek, untuk bagaimana memulihkan citra Polri ditengah masyarakat, paska hujatan publik tentang "Rekening Gendut" para Jendral-jendral petingginya.
Kelima, jika peristiwa maraknya begal motor ini bertujuan untuk menghadirkan teror sosial ditengah masyarakat lapisan bawah, lalu pertanyaan kritisnya apakah tujuan utama dibalik semua peristiwa ini? apakah mungkin wacana "histeria" kriminal sadis ini dimunculkan dikalangan rakyat banyak, untuk menegasikan atau mengalihkan persoalan sebenanrnya dari realitas konstelasi elite politik paska Pemilu 2014, yaitu
"Penjarahan" besar-besaran sumber daya ekonomi dalam arena politik transaksional, Konsolidasi elite-elite politik dan kekuatan Modal di lapisan atas. Sehingga untuk mengalihkan perhatian masyarakat banyak dilapisan menengah kebawah, maka pola-pola wacana histeria teror begal motor ini dihadirkan secara masif dan terus-menerus, dieksploitasi sedemikian rupa secara dramatis dan terus-menerus dilapisan bawah, hingga memiliki kekuatan Teror sosial secara luas, dimana terjadi pengalihan kontradisksi antara rakyat lapisan bawah VS rakyat lapisan bawah yang lain, tapi bukan sebaliknya bagaimana isyu-isyu kesejahteraan dan kemakmuran kongkrit bagi rakyat dalam kehidupan seharai-hari mengisi ruang-ruang wacana publik hari ini.
Keenam, dalam tinjauan teori sosiologi kritis diatas, sangat memungkinkan bahwa wacana teror sosial ini adalah untuk juga membangun sebuah Kepalsuan dan membius, dimana  unconcius atau ketidak sadaran massa rakyat dari lapisan bawah inilah yang dipisahkan dari  realitas sosial sehari-hari, yang berlangsung paska Pilpres. Tidak tertutup kemungkinan bahwa cara-cara ini dilakukan untuk menyapu bersih ingatan kolektif orang banyak, akan janji-janji kesejahteraan, keadilan, kemakmuran bersama pada saat momentum Pemuli beberapa waktu yang lalu, dan kembali menenggelamkan janji-jani Pemilu yang secara gencar dan terus-menerus meng-eksploitasi simbol-simbol Populisme semu.
Terakhir, sementara ditengah riuh-rendahnya wacana tentang Polri VS KPK, Ahok VS DPRD dan isyu begal motor ini. Menjadi menarik jika kita coba sedikit mengutip