Mohon tunggu...
Dues K Arbain
Dues K Arbain Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis untuk membungkam pikun

Slogan Sufi Anak Zaman : Jika Allah mencintai manusia, maka akan terwujud dalam tiga kwalitas : 1. Simpatik Bagaikan Matahari 2. Pemurah Bagaikan Laut 3. Rendah Hati Bagaikan Bumi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

[TantanganNovel100HariFC] Cintaku Tertinggal di Pesantren - Pelarian

22 Maret 2016   23:50 Diperbarui: 29 Maret 2016   13:45 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

”Abang pingsan, sekarang Abang ada di Rumah Sakit, lihat tangan Abang ada infusnya”. Lanjutmu.

Aku menyadari kondisiku. Lalu terkekeh untuk menyenangkan kamu.

”Wuiihh. Abang sudah sehat. Sekarang sudah boleh pulang dong.” ujarkupenuh harap.

”Nanti dulu, sampai sehat benaran.” Katamu.

Setelah itu hari-hariku tak pernah lepas dari obat. Kamu selalu mengingatkanku untuk meminumnya. Namun kesibukkan juga tidak berkurang. Pagi bekerja membersihkan setiap ruangan di pesantren itu, sore belajar mengaji dan malam menemui tokoh-tokoh penting untuk membantu pendanaan pembangunan mesjid.

Suatu ketika aku bertemu dengan Aisyah. Aku baru tahu, ternyata setiap hari ia menjengukku di rumah sakit. Tapi kamu tak pernah menceritakannya padaku Ver. Hari terakhir pun ia datang, tapi terlambat, karena aku sudah pulang duluan. Ia tak berani ke rumah. Tak elok katanya. Ia pun bercerita betapa bahagianya aku mempunyai istri setia. Yang selalu menjagaku siang malam tanpa kenal lelah.

Tapi aku tak mau berlama-lama mengobrol dengan Aisah. Tanpa basa basi aku pun segera meninggalkannya. Itu hanyalah caraku agar tidak menghidupkan kenangan lama. Aku sudah punya kamu, Vera.

Dan sejak itu Aisyah seperti menghilang ditelan masa. Timbul rasa rindu yang menggebu. Menusuk ke relung kalbu yang terdalam. Menyesak di dada dengan gejolak tak menentu. Namun semua itu tak menggodaku untuk menemui Aisyah. Biarlah. Aku telah memilih setiaku. Jalan hidupku. Itulah kamu, Vera.

Gedung mesjid yang dibangun sudah mulai kelihatan bentuknya. Tinggal finishing. Aku terharu melihat hasil jerih payah itu. Sambil berdiri melihat bangunan itu tubuhku terasa gemetar. Perjuangan kami tidak sia-sia.

Tak lama lagi sebuah mesjid akan berdiri megah. Santri-santri di pesantren bersama orang-orang sekitarnya siap meramaikannya. Dikejauhan, Pak Haji Husin tersenyum gembira. Masyarakat pun bersuka cita.

Tampak pula dari sebuah rumah kulihat Aisyah keluar membawa makanan untuk para pekerja. Ia melintasiku tanpa pernah bersapa apalagi sekedar melirikkan mata. Ah, tak mengapa. Ini memang yang aku inginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun