"Seandainya. Seandainya aku memiliki kesempatan," Pak Olan mengharap sambil mengisap kumpulan tembakau itu. Aku mengikuti kemudian, kami berdua memenuhi parkiran itu dengan asap rokok.
"Kesempatan seperti apa yang kau inginkan?" Aku berharap tidak ada jawaban darinya. Tubuhku sudah cukup lelah, aku ingin istirahat.
"Saat istriku tidak menahanku, aku bisa tenang."
"Kau bukan orang yang setenang itu," mendadak suaraku melengking tinggi.
"Kalau begitu sudah kuhabisi duri-duri dalam daging itu. Tahi yang membuat kelompok kita bau."
"Kenapa tidak kau habisi sendirian saja?"
"Biasanya ikan busuk dari kepala, tetapi ini dagingnya sudah busuk lebih dulu."
Tidak banyak yang kutahu soal orang-orang yang dia sebut 'tahi' itu. Bahkan obrolanku dengan Pak Olan terjadi baru-baru ini. Selama tiga tahun bergabung, aku jarang mengobrol dengannya. Di saat aku mengajukan pengunduran diri dari kelompok ini, barulah dia sesekali datang menghampiriku.
Aku ingat hari itu. Ketika aku sedang sendirian saja di depan hotel, saat kelompok ini merayakan hari jadinya, dan ketika aku mengisap sebatang rokok, dia berdiri di sebelahku meminjam korek. Tiba-tiba kami jadi saling tahu bahwa kami membaca buku yang sama. Dia pengagum Anton Chekhov, demikian juga dengan diriku. Dia pernah menyarankanku untuk membaca Catatan Bawah Tanah, karya Fyodor Dostoevsky jika ingin mengenal dirinya lebih dalam.
"Kau orang yang cerdas, di sisi lain kau orang yang emosional."
"Begitulah, aku sangat mengagumi si narator dalam buku itu."