Dengan kata lain, bisa saja terjadi orangtua juga secara tak langsung menjadi pelaku bullying pada anaknya sendiri. Efeknya, anak juga meniru hal yang sama dan melakukannya dengan teman-temannya.
Hemat saya, tanda-tanda orangtua menjadi pelaku bullying bisa nampak pada tiga hal berikut:
Pertama, Orangtua suka mengolok anak.
Saya ingat tetangga kami yang mengolok anaknya dengan sebutan "Datuk Maringgih." Sosok Datuk Maringgih adalah salah satu tokoh dari sinetron Siti Nurbaya yang hits di kampung kami dan ditayangkan pada tahun 90-an.
Postur tinggi dan kurus Datuk Maringgih menjadi bahan olokan. Kebetulan tetangga kami ini juga berpostur tinggi dan kurus. Karena kesamaan postur yang sama, orangtuanya memanggilnya dengan sebutan Datuk Maringgih.
Tetangga juga memanggil nama yang sama. Dia sebenarnya tidak menyukainya.
Hal itu terlihat ketika dia sudah masuk SMP, di mana dia sangat marah ketika ada temannya yang memanggil dengan sebutan Datuk Maringgih.Â
Bahkan dia berkelahi dan melakukan kekerasan kepada siapa saja yang memanggil dengan sebutan itu.
Contoh seperti ini menjadi bahan pelajaran untuk setiap orangtua. Mengolok anak dengan sebutan atau panggilan tertentu bukanlah hal yang menyenangkan, tetapi itu menjadi hal yang menyakitkan dan membuat anak untuk melakukan pada orang lain.
Kedua, Orangtua suka membuat perbandingan anak di antara saudara atau dengan anak-anak lain.
Perbandingan kerap menimbulkan beban batin. Terlebih khusus apabila perbandingan itu lebih mengunggulkan anak lain daripada anak sendiri.
Karena ini, anak merasa diri tak diterima dalam keluarga dan bisa kehilangan kepercayaan diri. Situasi ini bisa membangkitkan pemberontakan pada anak.