Tak cukup bermain indah dan atraktif. Tim juga harus tahu meraih kemenangan dan mendapatkan gelar walau bermain dengan gaya yang berseberangan opini publik.
Filosofi ini yang melatari performa Madrid di final Liga Champions. Hanya dua tembakan tepat sasar, dan salah satunya berbuah gol tunggal yang menyatakan kemenangan Madrid di final Liga Champions kontra Liverpool.Â
Terlepas dari taktik Madrid di bawah kepelatihan Ancelotti, proyek yang sementara dibangun oleh Florentino Perez di Madrid perlu mendapat perhatian.Â
Presiden yang pro dengan Liga Super Eropa ini menjalankan cara kerja yang sangat berbeda di beberapa musim terakhir. Sangat bertolak belakang dengan gaya Barcelona.
Pertama, ketegasan Perez dalam soal transfer dan urusan kontrak pemain.Â
Madrid tak lagi bermain dengan melibatkan uang besar dalam transfer untuk mendapatkan pemain baru. Madrid cenderung mencari pemain muda bertalenta dan kemudian ditempa di skuad Madrid.
Vinicius Jr, Camavinga, dan Rodrygo adalah  contoh dari cara kerja Madrid pada beberapa musim terakhir.Â
Ketiga pemain ini sudah menjadi tulang punggung penting Madrid, dan mereka menjadi masa depan Madrid ketika Benzema, Modric dan Toni Kross tidak lagi berada di  Madrid.Â
Lalu, Madrid juga tak gampang tunduk pada kontrak pemain. Para pemain veteran yang mau bertahan harus ikut aturan transaksi di Madrid.Â
Ketika para pemain tak setuju, klub tak segan-segan untuk membiarkan mereka pergi.Â
Langkah Perez ini  mulai dilakukan oleh Barcelona bersama dengan Joan Laporta. Hal ini dilakukan karena ketidakstabilan keuangan klub.Â