Kami tak nyaman. Debit air Sungai Subayang sudah tidak bisa kami prediksi. Sungai Subayang seperti mudah marah.
Agustus kemarin, terjadi banjir besar. Daerah pelabuhan terendam. Beberapa rumah juga terendam. Beberapa akses menuju desa tetangga terputus. Rumah kami tidak kena banjir, tapi pasokan makanan sempat lumpuh beberapa hari.
Kalau kerugian ekonomi secara langsung kami tidak ada. Tapi dengan debit air yang seperti beberapa kali terjadi hingga memutus akses jalan, pasokan bahan pokok kami terganggu. Para pedagang bahkan tak bisa masuk Desa Gema lebih dari 3 hari.
Kebutuhan bahan pokok kami didatangkan dari desa-desa tetangga. Saat banjir, pasti ada akses yang terputus. Des Kuntu selalu menjadi langganan banjir. Banjir sedikit saja, kami yang di Desa Gema sudah pasti tidak mendapatkan pasokan bahan pokok.
Jadi, jika Desa Kuntu kerendam, sudah pasti akses ke semua desa terputus. Ini dampak dari pembalakan liar di Rimbang Baling.
Dan yang paling terasa adalah kondisi jalan. Kini jalan hancur. Kendaraan pengangkut kayu kerap lewat jalan desa. Kami biasanya menempuh waktu 30 menit untuk sampai jalan lintas utama, tapi sejak jalan rusak, kami harus rela menghabiskan waktu sekira 60 menit untuk sampai jalan lintas utama. Jelas memakan waktu.
Bagaimana tidak rusak, setiap hari -- kami pernah menghitung -- ada 20-30 kendaraan pengangkut melintas di kampung kami. Kalau siang, kendaraan itu lewat begitu saja tanpa membawa kayu. Mereka mulai operasi pada pukul 3 pagi sampai subuh.
Siang hari, kendaraan-kendaraan itu tidak berani beroperasi. Terlalu mencolok. Menjelang tengah malam, kendaraan pengangkut kayu berkumpul di titik yang tidak jauh dari jalan lintas utama. Begitu pukul 3 pagi, kendaraan-kendaraan itu mulai bergerak ke arah Pekanbaru. Agar ttidak terlihat oleh petugas, kendaraan-kendaraan itu menutup kayu dengan terpal.
Kami tak tahu lagi sudah berapa juta pohon yang ditebang di hulu sungai. Kami tak tahu.
Menurut pengakuan Deden, kayu-kayu tersebut diangkut menuju industri yang berada di daerah Teratak Buluh, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar. Tidak ditemukan tanda V-Legal pada batang kayu tersebut.
"Dari data yang kami kumpulkan, industri-industri yang berada di Teratak Buluh antara lain CV Alam Riau Bertuah, Industri Pengolahan Kayu Rakyat (IPKR) Fadila Ilham Fajri dan IPKR Karminto yang notabene sudah memperoleh Sertifikat Legalitas Kayu (S-LK)," jelas Deden.