Sebelum pandemi, ayah Arsya baru memulai tahap awal screening: rontgen dada (torax), USG Abdomen atau perut untuk melihat perlemakan di hati, dan vibroscan CAP untuk mengetahui tingkat kekerasan hati dan tingkat ketebalan perlemakan di hati.
Setelah wabah masuk, ayah Arsya tidak tahu lagi harus berbuat apa. Barangkali, hanya menunggu kabar baik dari RSCM.
Memang sejak wabah Covid-19 masuk Indonesia, RSCM praktis menunda program transplantasi hati.
Dari Januari-Agustus 2020, RSCM tercatat baru 1 kali melakukan transplantasi hati.
Meski tak lama setelah operasi, pasien atresia bilier meninggal sebelum sempat dibawa pulang ke rumah.
Ketua Transplantasi Organ dan Jaringan RSCM -- FKUI, Prof. DR. dr. Hanifah Oswari SpA(K), mengakui memang sejak Februari -- Juli 2020, RSCM belum melakukan operasi transplant hati.
"Itu (penundaan transplant hati) bukan kemauan kami (RSCM). Masalahnya, di waktu awal-awal pandemi, kami perlu hati-hati," kata Prof. Hanifah.
Menurut Prof. Hanifah, operasi bedah yang memiliki resiko tinggi terpapar Covid-19 sengaja ditunda dahulu. Semata-mata untuk menjaga dokter, tenaga medis, pasien dan keluarga pasien dari Covid-19 yang tidak terlihat.
Selain itu, lanjut Prof Hanifah, operasi transplant hati membutuhkan waktu yang lama.
Kemungkinan terpapar tinggi, pasien di bius, pasien juga tanpa perlindungan di pernafasan.Â
Dari segi tenaga medis, APD yang dipakai saat operasi di saat pandemi juga membuat kurang nyaman serta menyulitkan.