Erna tak mengetahui dengan pasti, sakit apa yang diderita Nadine. Pun dengan 2 dokter anak itu.
Banyak orang tua di Desa Baruzo menyarankan Erna untuk mencoba obat-obatan tradisional, seperti daun mutiara, daun kunyit dan bajakah (kayu dari Kalimantan).
Daun mutiara dan bajakah dimasak kemudian airnya diminum. Daun kunyit juga dimasak, bukan untuk diminum, melainkan dioleskan di perut Nadine.
Hanya upaya-upaya alternatif itulah yang dilakukan Erna sambil menunggu kabar baik datang dari RSUD Gunung Sitoli.
Dengan obat-obatan itu, kuning di mata dan tubuh Nadine berkurang sedikit. Akan tetapi, terkadang, keluar darah segar dari pusar Nadine.
Makin lama, tubuh Nadine tinggal kulit dan tulang. Erna, berkali-kali menangis melihat kondisi Nadine yang semakin memburuk dengan penyakit yang tidak diketahui Erna dan Ivan.
Dua hari setelah Iduladha, Erna dan Ivan membawa Nadine ke Medan, ke Rumah Sakit Murni Teguh.
Di sinilah, Ivan mulai terlihat patah semangat. Biaya kesembuhan bagi Nadine yang menjadi pangkalnya.
Tetapi, Erna adalah ibu yang kuat. Dia terus meyakinkan Ivan agar terus mendampingi Nadine sampai batas takdirnya.
Jumat, 7 Agustus 2020, Erna, Ivan, Nadine dan sejumlah pendamping dari Nias, terbang ke RSCM Jakarta, rumah sakit yang menjadi rujukan anak-anak atresia bilier untuk mendapatkan hati yang baru.
***