Mungkin Tuhan hendak mengingatkan kita, agar kita berhenti berpikir dan berusaha semata-mata untuk kepentingan diri sendiri dan golongannya saja. Sebagai manusia, tentu kita harus senantiasa menjaga keseimbangan hubungan kepentingan dengan manusia lain dan alam sekitarnya.
Terkait dengan isu Reklamasi Pantai Jakarta yang tengah mencuat gara-gara kasus suap kepada anggota dewan oleh para pengusaha yang mengelola reklamasi pantai Jakarta. Bila saja kejadian suap menyuap tidak tertangkap tangan oleh KPK, mungkin proyek reklamasi tersebut akan makin menjadi-jadi.
Sebelumnya mari kita tengok awal mula kisah terjadinya proyek reklamasi di pantai Jakarta hingga terjadi kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK sbb :
KRONOLOGI
26 April 2007
Disahkan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Pasal 6 ayat (5) UU No. 26 Tahun 2007 menyatakan Ruang laut dan ruang udara, pengelolaannya diatur dengan undang-undang tersendiri.
17 Juli 2007
Disahkan UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti telah diubah dalam UU No. 1 Tahun 2014.
10 Maret 2008
Diterbitkan PP No. 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang di dalamnya mengatur dan menetapkan Kawasan Perkotaan Jabodetabek-Punjur termasuk Kepulauan Seribu (Provinsi DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat) ke dalam Kawasan Strategis Nasional.
12 Agustus 2008
Disahkan Perpres No.54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur dan di Pasal 72 menyatakan:
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini: a. Keputusan Presiden Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-PuncakCianjur;
b. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1997 tentang Koordinasi Pengembangan Kawasan Jonggol sebagai Kota Mandiri;
c. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang; dan
d. Keputusan Presiden Nomor 73 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Kapuk Naga Tangerang, sepanjang yang terkait dengan penataan ruang,
dinyatakan tidak berlaku.
24 Maret 2011
Keluar Putusan Peninjauan Kembali No.12 PK/TUN/2011 tentang Ketidaklayakan Surat Keputusan Menteri No.14 tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara Jakarta (Kepmen LH No. 14 Tahun 2003). Dengan demikian, Kepmen LH tersebut secara hukum tidak berlaku lagi.
12 Januari 2012
Disahkan Perda DKI Jakarta No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 yang kemudian mengubah pengaturan pulau-pulau reklamasi yang sebelumnya diatur dalam Perda No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
19 September 2012
Terbit Pergub DKI Jakarta No.121 Tahun 2012 tentang Penataan Ruang Kawasan Reklamasi Pantura Jakarta.
21 September 2012
Terbit empat surat persetujuan prinsip reklamasi oleh Gubernur Fauzi Bowo, masing-masing:
1. Surat Gubernur No. 1290/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau F Kepada PT Jakarta Propertindo;
2. Surat Gubernur No. 1291/-1.794.2 tetang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau G atas nama PT Muara Wisesa Samudra;
3. Surat Gubernur No. 1292/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Pakci;
4. Surat Gubernur No. 1295/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, Tbk.
10 Juni 2014
Terbit empat surat perpanjangan persetujuan prinsip reklamasi yang ditandatangani oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok yang sempat menjabat Plt. Gubernur dari 1 Juni 2014 hingga 23 Juli 2014, masing-masing:
1. Surat Gubernur No. 544/-1.794.2 tentang Perpanjangan Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau F Kepada PT. Jakarta Propertindo;
2. Surat Gubernur No. 541/-1.794.2 tentang Perpanjangan Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau I Kepada PT Jaladri Kartika Pakci;
3. Surat Gubernur Nomor 540/-1.794.2 tentang Persetujuan Prinsip Reklamasi Pulau K kepada PT. Pembangunan Jaya Ancol, Tbk
4.Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 542/-1.794.2 tentang Perpanjangan Izin Prinsip Reklamasi Pulau G kepada PTMuara Wisesa Samudra; yang diterbitkan oleh Basuki Tjahaya Purnama;
3 Juli 2013
Terbit Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia No.17/PERMEN-KP/2013 tentang Perizinan Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia No. 28/PERMEN-KP/2014.
23 Desember 2014
Gubernur Ahok menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G Kepada PT. Muara Wisesa Samudra.
2 Maret 2015
Pemprov DKI Jakarta mengajukan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Menandai bahwa Raperda tersebut merupakan usulan insiatif Pemerintah Gubernur Provinsi DKI Jakarta.
15 September 2015
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta mengajukan gugatan terhadap Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G.
22 Oktober 2015
Gubernur Ahok menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F dan Pulau I.
17 November 2015
Gubernur Ahok menerbitkan Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K.
21 Januari 2016
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta kembali mengajukan gugatan terhadap 3 Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau F, I dan K.
25 Februari 2016
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan aksi penolakan terhadap Ranperda Zonasi Pesisir yang akan disahkan oleh Rapat Paripurna DPRD Jakarta. Namun tertunda karena tidak mencapai kuorum.
1 Maret 2016
Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta melakukan aksi penolakan terhadap Ranperda Zonasi Pesisir yang akan disahkan oleh Rapat Paripurna DPRD Jakarta. Namun tertunda karena tidak mencapai kuorum.
17 Maret 2016
Rapat paripurna pengesahan Ranperda Zonasi Pesisir kembali ditunda karena tidak mencapai kuorum.
31 Maret 2016
Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK terhadap M.Sanusi (angoota DPRD DKI Jakarta) disusul penetapan tersangka terhadap Presiden Drektur Agung Podomoro Land selaku holding grup PT.Muara Wisesa pemegang Izin Reklamasi Pulau G.
Berikut ini Peta Sebaran Reklamasi Pantai Jakarta :
[caption caption="Peta Sebaran Reklamasi Pantai Jakarta"]
[/caption]Berdasarkan data kronologis dan gambar peta diatas, dapat ditelusuri bahwa pada tahun 2012, telah disahkan Perda DKI Jakarta No.1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2030 yang kemudian mengubah pengaturan pulau-pulau reklamasi yang sebelumnya diatur dalam Perda No. 8 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Kawasan Pantura Jakarta.
Jadi sesungguhnya sejak tahun 1995 yaitu pada pemerintahan Orde Baru, sudah ada Perda yang mengatur penyelenggaraan RTR Kawasan Pantura Jakarta. Namun apa yang menjadi alasan pemerintah pada waktu itu, sehingga harus menyelenggarakan Reklamasi di Pantai utara Jakarta?
Alasannya antara lain dengan adanya Reklamasi di pantai utara Jakarta maka diharapkan dapat melindungi wilayah utara Jakarta dari bahaya banjir (rob). Selain itu adalah untuk menambah lapangan kerja bagi penduduk Jakarta dan meningkatkan investasi dan tentu akan meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) antara lain dari PBB juga pajak-pajak lainnya.
Itu adalah alasan yang masuk akal, tapi mengapa semua alasan itu mengalahkan dampak akibat terjadinya proyek reklamasi, yaitu pencemaran lingkungan perariran di pantai utara Jakarta. Dengan adanya proyek Reklamasi tentu saja akan mencemari laut utara jakarta dan secara tidak langsung mengusir keberadaan para nelayan disana. Mengapa kepentingan rakyat kecil selalu dikalahkan?
Bila ingin memperbaiki ekosistem di pesisir utara Jakarta, mengapa justru malah membangun proyek Reklamasi? Bukankah lebih baik bila menyediakan anggaran khusus untuk proyek rehabilitasi lingkungan perairan di pesisir pantai utara Jakarta, sehingga akan menjadikan pantai utara lebih bersih dan dapat meningkatkan hasil perikanan dan budidaya tanaman laut.
Reklamasi Hanya menguntungkan orang kaya
Pada kenyataannya, proyek Reklamasi Jakarta ini jadi 'mainan' bos-bos' konglomerat. Ironisnya, justru para pemainnya selain dari perusahaan pengembang (developer), juga perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh TNI, BUMN, BUMD bahkan PemProv DKI sendiri. Kira-kira apa yang mereka inginkan dari proyek Reklamasi ini?
Tentulah dengan memiliki pulau hasil reklamasi, khususnya bagi para pengembang, mereka punya tujuan bisnis murni yaitu dengan membangun perumahan elit, ruko dan gedung perkantoran dengan pemandangan alam laut (sea view) yang indah. Entah apa tujuan dari pihak Perusahaan yang dimiliki oleh kalangan militer yang ada disana, juga dari pihak pemerintah dalam hal ini BUMD, BUMD dan PemProv DKI. Apakah mereka juga ingin membangun tempat-tempat peristirahatan atau wisata dengan tujuan bisnis dll? Adakah niat untuk membangun demi kepentingan rakyat kecil?
Apakah mungkin PemProv DKI akan membangun perumahan rakyat atau rusun di atas pulau Reklamasi? Apakah mampu rakyat kecil membeli atau mengangsur rumah yang dibangun di atas pulau Reklamasi? Sangat Mustahil terjadi bukan? Sudah barang tentu, pulau reklamasi akan dimanfaatkan agar mendapatkan keuntungan maksimal bagi kepentingan Pemerintah Daerah, yaitu meningkatkan PAD dan tanpa meperdulikan nasib rakyat kecil di sekitar pantai utara Jakarta. Untuk apa Pemda DKI berusaha menghimpun kekayaan yang melimpah ruah, sedangkan kepentingan rakyat kecil selalu dikalahkan?
Hasil reklamasi tentu akan menjadi ladang bisnis yang menggiurkan, sebab Jakarta adalah pusat bisnis, yang mana apa saja yang dijual, tentu saja akan laku keras, apalagi berada di lingkungan pantai yang banyak dicari oleh orang-orang berduit. Pulau hasil reklamasi tentu akan dimanfaatkan secara bisnis agar menguntungkan, dan semuanya ini adalah mainan orang kaya, dari dan untuk orang kaya.
Semuanya ini hanya menguntungkan bagi orang-orang kaya semata. Lalu bagaimana dengan nasib rakyat kecil yang mencari nafkah di perairan utara Jakarta? Adakah yang masih memikirkan nasib mereka? Bahkan DPRD pun juga membela orang-orang kaya, hingga tertangkap KPK saat menerima suap dari bos-bos konglomerat.
Yang jelas, nelayan yang mencari nafkah di perairan utara Jakarta telah menjadi korban, karena pencemaran lingkungan akibat proyek reklamasi ini. Mereka dipaksa mengalah oleh pihak-pihak yang saharusnya melindungi mereka.
Mau bagaimana bila sudah terlanjur.
Layaknya nasi sudah menjadi bubur, maka yang bisa dilakukan adalah jangan membuang buburnya, tapi lanjutkan proyek yang sudah berjalan, tentu dengan memberlakukan aturan baru dan meningkatkan pengawasan pembangunan, sedangkan proyek reklamasi lainnya yang belum terlaksana harus dihentikan.
Alihkan investasi untuk membiayai proyek rehabilitasi lingkungan perairan di pantai utara Jakarta. Lindungi hak-hak nelayan dalam mencari nafkah di laut Jakarta. Tingkatkan kesejahteraan mereka, jangan malah membela dan menguntungkan orang-orang kaya saja.
Pihak pemerintah, tak boleh sewenang-wenang dan membuat kebijakan yang merusak kesepakatan dengan pihak lain yang telah terjadi sebelumnya. Bagaimanapun juga, tak ada satu pihakpun yang mau rugi. Sebagai konsekwensi akibat kesalahan dalam mengambil kebijakan, pemerintah harus mengambil langkah yang tepat. Jangan sampai merugikan pihak lain, meski untuk kepentingan rakyat kecil. Jangan pula mengambil resiko digugat secara hukum oleh pihak yang sudah terikat dengan peraturan dan kebijakan pemerintah. Makin menambah persoalan nantinya. Hendaknya dicari jalan tengah yang adil dan tidak saling merugikan pihak lain.
Bila memang Menteri Perikanan dan Kelautan setuju menghentikan proyek Reklamasi pantai Jakarta demi untuk kepentingan perlindungan terhadap lingkungan hidup dan para nelayan, namun bukan berarti dalam pelaksanaannya merugikan pihak lain yang telah terikat dengan peraturan yang ada.
Kebijaksanaan pemerintah yang adil sangat bergantung kepada hasil pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh Ahok sebagai Gubernur DKI. Untuk kesekian kalinya Ahok diuji, seberapa jauh bisa melangkah di dalam kerangka keadilan, tanpa harus merugikan pihak lain, demi tercapai tujuan dengan sebaik-baiknya.
Semoga Jakarta menjadi lebih baik lagi..
#donibastian
Sumber gambar CNN
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H