Mohon tunggu...
Domingos De Araujo
Domingos De Araujo Mohon Tunggu... lainnya -

Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang menjadikan warga negaranya bertumbuh dan berkembang secara utuh ke arah yang lebih manusiawi

Selanjutnya

Tutup

Drama Pilihan

Asal Usul Pohon Sagu

12 Juli 2016   15:43 Diperbarui: 1 April 2017   08:56 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Narator : Asmat saat ini sudah beda dengan Asmat yang dulu. Hutan sagu sebagai sumber makanan dibabat hanya untuk kepentingan pihak yang memiliki uang. Akhirnya, mie instan muncul sebagai pengganti makanan utama sagu. Pohon sagu semakin sulit dicari, pesta-pesta adat yang mengagungkan pohon sagu sudah mulai perlahan-lahan ditinggalkan. Bahkan, tidak ada niat untuk menanam kembali bibit sagu baru sebagai regenerasi pohon sagu. Lalu, jika itu hilang dan musna dari bumi Asmat, kepada apa kita akan mengantungkan hidup? Sudah lupa kah kita terhadap pengorbanan Biwirpits dalam menemukan sagu, bahkan Dia sendiri mengorbankan dirinya untuk menjadi pohon-pohon sagu yang tumbuh di tanah Asmat tercinta ini? Jika sudah lupa marilah kita menyaksikan kembali kisahnya dalam Sosio Drama berikut yang berjudul “Asal Usul Pohon Sagu”.

Adegan I (kampung)

Narator : (Biwirpits, Teweraut, istri lain dan saudara-saudara masuk ke panggung).Pada zaman dahulu di kali Powets hiduplah Biwirpits, sang gagah perkasa yang memiliki seorang istri yang cantik jelita Teweraut namanya dan mereka hidup bersama-sama dengan saudara-saudaranya. Selain itu, Ia juga memiliki istri lainnya yang juga tinggal bersama dengan dia.

Narator : Pada saat tidur malam Biwirpits bermimpi, menemukan sebuah pohon palma berduri. Bersama istri-istri dan saudara-saudaranya mereka menebang, menokok, serta mengolah sari tepungnya dan memakan tepun itu, ternyata rasanya enak dan lezat.

Biwirpits : (Kaget dari mimpinya dan bangun, serta duduk merenung)

Teweraut : (sambil memegang pundak Biwirpits lalu bertanya) Kenapa ko bangun?

Biwirpits : (sambil merebahkan tubuhnya kembali dan menjawab) Ah, trada. Tidur su, besok kita orang harus cari makan pagi-pagi.

Teweraut : (Sambil tidur kembali) Iyo, habis sa lihat ko tiba-tiba kaget, jadi sa pikir ada sesuatu.

Biwirpits : Ah, trada mace. Tidur su. (Namun ia tidak dapat tidur dengan nyenyak, kelihatannya ia sangat gelisah).

Biwirpits : (pagi-pagi bangun dari tidur sambil merentangan tangan) Apa artinya mimpi saya itukah? adakah pohon seperti itu? Ah tidak mungkin! Ah, biar sa cari, pohon itu. Saya yakin pohon itu ada (mengambil panah dan parang ia menuju ke hutan).

Adegan II (Di hutan)

Birwipits : (bernyanyi dan bersiul menghibur dirinya di dalam hutan yang sunyi). Saya pulang ke kampung dulu, besok baru saya cari lagi . . .

Narator : Biwirpits tidak putus asa, tetap berusaha mencari pohon impiannya dan merahasiakan semua usahanya kepada Teweraut, istri-istri lain, serta saudara-saudaranya. Namun, Teweraut berusaha bertanya kepada Biwirpits apa yang di lakukannya setiap hari.

Teweraut : Sa, lihat ko, tiap hari pergi pagi-pagi dan pulang hampir malam, serta sa lihat ko, banyak berpikir. Ko, lagi pikir apa kah?

Biwirpits : (Hanya diam, dan tanpa menjawab apa-apa serta tetap merahasiakan semuanya kepada semua orang)

Saudara-saudara: (Mendekati Biwirpits dan mengajak pergi mencari makan) Ayo, Biwirpits, kita cari makan.

Biwirpits : Ai, sa malas ah, sa mau tidur saja. Sa pu badan ni mau sakit.

Istri lain : (marah-marah), ko akhir-akhir ini malas cari makan dan hanya diam saja di rumah ko buat apakah?

Biwirpits : (Tidak menjawab, namun hanya senyum)

Narator : Sesudah semuanya pergi mencari makan. Seperti biasanya, Biwirpits dengan diam-diam pergi mencari pohon impiannya dengan melewati jalan yang berbeda dari keluarganya yang telah lebih dulu pergi mencari makan. Namun ia berusaha untuk pulang lebih dahulu ke rumah sebelum yang lainnya pulang.

Biwirpits : (Pulang, membaringkan tubuhnya dan pura-pura tidur)

Saudara-saudara: (Pulang dari cari makan) Eh pemalas, bangun! ko kerja tidur saja! (meninggalkan Bewirpits menuju ke Yew)

Istri-istri : (marah-marah) tiap hari trada kerja, hanya duduk diam, malas cari makan. Ko pikir apa saja! ko akhir-akhir ini beda sekali.

Teweraut : (marah-marah) Itu sudah, kadang ko ke hutan tapi pulang tidak bawa apa-apa. Ko, cari apakah. Ko memang aneh.

Biwirpits : (masih dalam keadaan berbaring) Ah sudah, kamu makan sendiri saja. Kamu orang makan sudah! (Bangkit dari tidurnya, menggikuti saudara-saudaranya ke Jew).

Saudara : Eh, buat apa ko ke sini? Ko su pemalas cari makan, baru ko mau makan makanan yang kami cari?

Biwirpits : Eh, kamu orang makan saja. Saya tidak butuh makanan kamu orang (Setelah itu ia membaringkan badannya di salah satu sudut Jew namun ia gelisah). Ah, sa pergi cari pohon itu, pokoknya saya harus menemukan pohon itu. Harus

Adegan ke III (DI HUTAN)

Biwirpits : (sambil bernyanyi, ia terus-menerus mencari pohon impiannya) Di mana ya? (Tiba-tiba) Ai . . . wa . . . kakiku . . . sakit ah. (Sambil melihat kakinya).

Biwirpits : Aduh ditusuk duri, auh, sakit ah (mengambil duri ikan untuk mengeluarkan duri dari kakinya setelah itu ia menatap dengan saksama) Saya yakin, ini adalah duri pohon dalam sa pu mimpi (sambil jalan-jalan). Sa yakin, ini sudah, benar ini sudah. Ai wahhhhhh ....ai wahhhh. ini sudah ...tra salah lagi. Saya akan bawa duri ini ke hulu sungai dan saya akan tanam di sana.

Biwirpits: Sa su tanam, besok sa akan lihat lagi, dan sa akan merawat bibit ini.

Birwipits : (sambil goyang) Ai .... wa ...pohon ah. Ai wa.....pohon ah. ko mirip sekali dengan sa pu mimpi.

Narator : Hari demi hari Biwirpits memelihara pohon itu dan merawat pohon itu bahkan sampai ia melupakan untuk makan. Namun, ia masih merahasiakan semuanya kepada istri-istrinya dan keluarga yang lain. Setiap kali ia melihat pohon itu ia selalu merasa senang sehingga hilang semua lapar dan dahaga yang meliputinya. Ia memelihara pohon itu sampai berbungga. Ketika Pohon itu berbungga barulah ia membawa ke kampung untuk ditunjukkan ke keluarganya.

Biwirpits : (sambil berlari kegirangan dan membawa bunga pohon sagu), Hei kamu orang datang dan dengarkan saya baik-baik, selama sa tidak cari makan karena barang ini sudah (sambil menunjuk bunga sagu).

Saudara: Apa itu?

Biwirpits : (menceritakan mimpi) Ini bunga dari pohon yang pernah sa mimpi dan pohon itu bisa kita makan serta enak sekali. Makanya selama ini saya tidak mengikuti kamu orang, tapi sa hanya cari pohon ini.

Teweraut : Bunga ini yang kita makan ka?

Biwirpits : Ah, tidak. Dia pu tepun yang kitorang ambil dan makan. (mereka menari kegirangan bersama dengan sanak saudara yang berada di kampung).

Biwirpits : Ayo, sekarang kamu orang, siapkan amoses, noken, of, supaya kita pi ambil tepun dari pohon itu.

Saudara: Biwirpits semuanya sudah siap, ayo kita jalan sudah.

Biwirpits: Ayo, kalau semuanya so siap mari kta jalan sudah. (semua berangkat ke hutan untuk meneban dan menokok pohon itu)

Adegan IV (Hutan dan kampung)

Biwirpits : (sesampainya di sana sambil menunjuk kepada keluarganya) ini pohonnya!

Keluarga : (mencium Biwirpits dan sambil goyang), Biwirpits, Biwirpits.

Biwirpits: Ayo sekarang kita kerja, biar sa yang teban pohon ini dan kamu yang lain siap untuk menokok dan meramas supaya ambil tepunnya.

Narator : Biwirpits mulai memotong pohon tersebut dan Teweraut serta istri yang lain mulai menokok untuk mengambil tepunnya serta sambil sesekali saudara-saudara yang lain menari-nari karena kegirangan. Tepun yang telah jadi diambil dan diisi ke dalam noken-noken yang ada termasuk noken besar kepunyaan Biwirpits. Setelah terisi semuanya mereka pulang dan sampai di tengah jalan Biwirpits tergelincir pada titian kayu setapak di tengah jalan menuju ke rumah karena beratnya sagu yang dibawanya. Biwirpits tertanam sebatas leher dengan Noken sagu dibelakannya.

Saudara : (berusaha mengangkatnya) Biwirpits ko tahan saja, kami akan menarikmu.

Istri saudaranya: Kamu orang coba lagi, pokoknya Bwirpits harus pulang dengan kita.

Istri dan saudara: (sambil menangis, mereka berusaha menarik lagi) Ayo, kita coba lagi, ayo kita coba lagi, Biwirpits harus pulang dengan kita.

Biwirpits : (sambil terengah-engah) Teweraut dan saudara-saudaraku, kamu orang tidak usah, susah-susah untuk menarik saya lagi, saya harus tinggal di sini. Biarlah kamu pulang ke rumah dahulu. Ketahuilah, akan ada hari buruk nanti malam. Taruhlah belahan perahu di atas rumah. Bumi akan menjadi gelap, guntur, kilat, dan hujan akan melanda bumi ini semalaman.

Narator : Setelah mendengar pesan dari Biwirpits maka pulanglah semuanya sambil meratapi Biwirpits selama perjalanan menuju ke rumah dan sesampainya di rumah mereka melakukan seperti apa yang dikatakan oleh Biwirpits setelah itu mereka tidur. Namun, Teweraut tidak tidur nyenyak akhirnya dia hanya duduk sambil menangis dan menunggu datannya pagi. Pagi-pagi benar Teweraut sudah membangunkan sanak saudaranya dan istri lain untuk kembali ke hutan menolong Biwirpits.

Teweraut, Istri lain dan saudara:(Heran dan semakin histeris mereka menangisi Biwirpits) Biswirpits kemarin ada di sini, kenapa dia tidak ada. (Rame-rame memangil Biwirpits namun sia-sia) Biwirpits, Biwirpits ko kemana kah?

Teweraut : (Sambil menangis) Hei, bukan kah kemarin Biwirpits jatuh di tempat ini dan pohon ini, knapa ada di sini.

Saudara : Pohon ini adalah Biwirpits, ya benar. Ini sama dengan mimpi yang ia ceritakan kepada kita semua.

Anak saudara: (Langsung memeluk dan menangis) Bapak tua eeeee,,,,,knapa ko tinggalkan aku....

Teweraut : Ayo, marilah kita berterima kasih kepada Biwirpits karena dia sudah berkorban untuk kehidupan kita (memeluk pohon sagu, mencium dan meratapinya dengan tangisan pelepasan)

Istri-istri lain : (Sambil mencabut anakan sagu) Ayo, kita cabut anakan sagu yang ada di sini dan kita tanam di tempat lain agar anak cucu kita tidak kelaparan.

Narator : Setelah mereka menanam pohon sagu mereka pulang sambil menangis. Hal ini mereka lakukan untuk menghargai pengorbanan Biwirpits dan juga menjaga kelangsungan hidup pohon sagu yang memberi hidup kepada masyarakat Asmat sampai saat ini. Pengorbanan Biwirpits menunjukkan kepada kita betapa penting kita menjaga dan memelihara makanan pokok yang sudah ada dari dulu. Menjaga dan memelihara pohon sagu dengan baik itu artinya kita menghargai budaya kita yang telah memberi kita kehidupan, sengaja melupakan dan tidak memelihara sagu berarti menyangkal diri kita sendiri sebagai orang Asmat dan ini menujukkan bahwa kita sudah memaksakan diri untuk tercabut dari akar budaya yang telah menghidupi kita sejak ratusan tahun yang lalu. Apakah kita mau di panggil orang yang tak berbudaya? ataukah kita mau dipanggil sebagai orang-orang yang penghancur budaya sendiri? jika tidak mau disebut demikian marilah kita menjaga dan menanam kembali sagu-sagu di tanah Asmat, jagalah dusun-dusun kita yang masih ada pohon sagu, Janganlah menghancurkan bibit sagu yang baru tumbuh di tanah Asmat karena orang memberi kawok, gula, kopi dan mie instan yang ujung-ujungnya membuat kita lapar selama hidup. Pemerintah buatlah suatu kebijakan yang baik agar tepun sagu Asmat menjadi komoditi yang dapat dikirim keluar sehingga dapat menambah penghasilang bagi masyarakatmu. Sagu makananku dan sagu pulahlah yang menjadi simbol aku adalah anak asmat. Dormomooooo . . .

  1. Asal cerita : Suku Asmat Versi Rumpun Mbait
  2. Ditulis Oleh : Bpk. Yuvensius A. Biakai (mantan Bupati Asmat)
  3. Naskah Sosio Drama : Domingos De Araujo (Guru SD Satu Atap Asmat)
  4. Naskah ini telah dibawakan dalam sosio drama Festival Beworpits dan Teweraut 2016 dan mendapat juara II, yang dimainkan oleh Sanggar Asmat Disemet Sekolah Satu Atap Berpola Asrama Khas Asmat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Drama Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun