Istri-istri : (marah-marah) tiap hari trada kerja, hanya duduk diam, malas cari makan. Ko pikir apa saja! ko akhir-akhir ini beda sekali.
Teweraut : (marah-marah) Itu sudah, kadang ko ke hutan tapi pulang tidak bawa apa-apa. Ko, cari apakah. Ko memang aneh.
Biwirpits : (masih dalam keadaan berbaring) Ah sudah, kamu makan sendiri saja. Kamu orang makan sudah! (Bangkit dari tidurnya, menggikuti saudara-saudaranya ke Jew).
Saudara : Eh, buat apa ko ke sini? Ko su pemalas cari makan, baru ko mau makan makanan yang kami cari?
Biwirpits : Eh, kamu orang makan saja. Saya tidak butuh makanan kamu orang (Setelah itu ia membaringkan badannya di salah satu sudut Jew namun ia gelisah). Ah, sa pergi cari pohon itu, pokoknya saya harus menemukan pohon itu. Harus
Adegan ke III (DI HUTAN)
Biwirpits : (sambil bernyanyi, ia terus-menerus mencari pohon impiannya) Di mana ya? (Tiba-tiba) Ai . . . wa . . . kakiku . . . sakit ah. (Sambil melihat kakinya).
Biwirpits : Aduh ditusuk duri, auh, sakit ah (mengambil duri ikan untuk mengeluarkan duri dari kakinya setelah itu ia menatap dengan saksama) Saya yakin, ini adalah duri pohon dalam sa pu mimpi (sambil jalan-jalan). Sa yakin, ini sudah, benar ini sudah. Ai wahhhhhh ....ai wahhhh. ini sudah ...tra salah lagi. Saya akan bawa duri ini ke hulu sungai dan saya akan tanam di sana.
Biwirpits: Sa su tanam, besok sa akan lihat lagi, dan sa akan merawat bibit ini.
Birwipits : (sambil goyang) Ai .... wa ...pohon ah. Ai wa.....pohon ah. ko mirip sekali dengan sa pu mimpi.
Narator : Hari demi hari Biwirpits memelihara pohon itu dan merawat pohon itu bahkan sampai ia melupakan untuk makan. Namun, ia masih merahasiakan semuanya kepada istri-istrinya dan keluarga yang lain. Setiap kali ia melihat pohon itu ia selalu merasa senang sehingga hilang semua lapar dan dahaga yang meliputinya. Ia memelihara pohon itu sampai berbungga. Ketika Pohon itu berbungga barulah ia membawa ke kampung untuk ditunjukkan ke keluarganya.