Mohon tunggu...
DNA Hipotesa
DNA Hipotesa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Kajian Ekonomi oleh Himpunan Mahasiswa Ilmu Ekonomi IPB University

Discussion and Analysis (DNA) merupakan sebuah divisi di Himpunan Profesi dan Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (Hipotesa) yang berada di bawah naungan Departemen Ilmu Ekonomi, FEM, IPB University. As written in the name, we are here to produce valuable analysis of the economy, while building a home for healthy economic discussions. All of this is aimed to build critical thinking which is paramount in building a brighter future for our economy.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Belajar dari Bangkutnya Negara Srilanka: Akankah Indonesia Mengikuti Jejaknya?

31 Juli 2022   18:44 Diperbarui: 31 Juli 2022   19:04 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Krisis di Sri Lanka

Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia akibat terjadinya perang Rusia dan Ukraina serta pandemi Covid-19 yang belum usai turut berimbas dan memperparah krisis yang terjadi di Sri Lanka. 

Perekonomian Sri Lanka sebenarnya tidak pernah stabil sejak negara tersebut merdeka dan kondisinya makin parah selama 5 tahun terakhir ini.

Kemudian diperparah dengan krisis ekonomi dunia akibat pandemi dan perang. Negara di Asia Selatan tersebut menyatakan bangkrut (default) setelah gagal bayar utang luar negerinya. Utang luar negeri Sri Lanka per akhir 2021 adalah US$ 50,72 miliar. 

Jumlah ini mencapai 60,85% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Sedangkan cadangan devisa Sri Lanka tidak cukup untuk membiayai utang tersebut.

Tak hanya untuk membiayai utang, akibat tidak adanya devisa yang mencukupi negara itu pun sulit untuk membeli kebutuhan pokok yang berasal dari impor. Akibatnya terjadilah krisis energi dan juga krisis pangan. 

Pemadaman listrik terjadi hingga 13 jam setiap harinya, terjadi kelangkaan BBM, dan terjadi kelangkaan bahan pangan dan juga obat-obatan. Pemerintah Sri Lanka pun sampai meminta kepada warga Sri Lanka yang ada di luar negeri untuk membantu dengan mengirimkan uang ke Sri Lanka untuk menambah cadangan devisa negara.

Krisis ekonomi yang terjadi di Sri Lanka mengakibatkan terjadinya pergolakan politik. Terjadi kerusuhan dan demo besar-besaran terhadap pemerintah, rumah perdana menteri Sri Lanka pun turut menjadi korban hingga habis dilalap sijago merah akibat amukan warga. 

Presiden Rajapaksa dan Perdana Menteri Ranil W. akhirnya mundur dari kursi pemerintah. Presiden Rajapaksa diam-diam kabur ke Maladewa dengan kapal perang.

Krisis ekonomi dan pergolakan politik yang terjadi Sri Lanka disebabkan oleh banyak faktor internal maupun eksternal, antara lain:

1. Dinasti Politik

Banyak yang berpendapat bahwa rangkaian krisis yang terjadi di Sri Lanka merupakan akibat dinasti politik negara tersebut dan banyaknya pejabat yang korup. 

Presiden saat ini yaitu Gotabaya Rajapaksa mengangkat adiknya sebagai PM Sri Lanka yang sebelumnya merupakan Presiden Sri Lanka 2005-2015. 

Selain itu, masih ada beberapa menteri dan pejabat lainnya yang merupakan keluarga dari Rajapaksa. Pemerintah yang korup ini sangat berdampak bagi kestabilan ekonomi dan kepercayaan Sri Lanka di mata negara-negara asing.

2. Pemotongan Pajak

Untuk mendapatkan suara dan popularitas, pemerintah melakukan kebijakan ekonomi yang tidak rasional dan malah berdampak negatif. Pemerintah melakukan pemotongan tarif pajak secara besar-besaran. 

PPN diturunkan dari 15% menjadi 8% sedangkan pajak perusahaan dari 28% diturunkan 24%. Pajak-pajak lainnya juga turut dipangkas. Akibat dari pemangkasan tarif pajak ini. Sri Lanka pun kehilangan banyak pendapatan negara.

3. Ketidakstabilan Keamanan

Terjadinya aksi teror bom di gereja dan hotel di Sri Lanka pada tahun 2019 mengakibatkan terjadinya penurunan kepercayaan akan keamanan negara tersebut. 

Akibatnya terjadi penurunan kunjungan wisatawan asing, padahal sekitar 12 persen PDB Sri Lanka berasal dari pariwisata dan cadangan devisa juga berasal dari sektor ini. Sehingga mengakibatkan penurunan drastis terhadap devisa negara.

4. Penghentian Impor Pupuk

Pada April 2021, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yang tidak rasional yaitu melarang impor pupuk dan bahan pertanian lainnya. Pemerintah beralasan kebijakan ini dilakukan agar Sri Lanka bisa menjadi negara pertama dengan pertanian organik. Akibat dari kebijakan ini, terjadi gagal panen dan membuat krisis pangan di Sri Lanka.

5. Defisit Neraca Perdagangan dan Gagal Bayar

Berkurangnya ekspor dan penurunan sektor pariwisata menyebabkan terjadinya kekurangan cadangan devisa negara. Rendahnya pasokan mata uang asing mengakibatkan terjadinya krisis pangan dan energi di Sri Lanka. 

Terjadi pemadaman listrik selama 13 jam setiap harinya karena kurangnya pasokan bahan bakar untuk pembangkit listrik. Warga pun banyak yang kesulitan membeli BBM bahkan untuk makan pun banyak yang kelaparan. 

Kurangnya devisa tersebut membuat negara gagal bayar utang luar negeri yang jatuh tempo sebesar 51 miliar dolar AS. Sehingga pemerintah Sri Lanka menyatakan bahwa negaranya mengalami kebangkrutan (default).

6. Pandemi Covid-19 dan Perang Rusia-Ukraina

Seperti yang diuraikan sebelumnya, kondisi krisis yang terjadi di Sri Lanka diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan terjadinya perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan kondisi ekonomi global tidak stabil. Kondisi ini memengaruhi Sri Lanka yang sedang mengalami krisis, padahal Sri Lanka banyak mengandalkan pendapatannya dari sektor Ekspor dan Pariwisatanya.

 

Apakah Indonesia akan mengikuti jejak Srilanka?

Masyarakat selalu bertanya-tanya apakah Indonesia akan mengikuti jejak Sri Lanka atau tidak, dan para ahli Ekonom akhirnya membuka suara terhadap hal tersebut. 

Salah satu Ekonom Senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Didik J. Rachbini mengatakan bahwa risiko terhadap krisis ekonomi maupun resesi tetap mengintai Indonesia, walaupun kondisinya berbeda dari Sri Lanka. 

Didik memberikan perbandingan terhadap kondisi fundamental ekonomi Sri Lanka dan Indonesia yang berbeda. Selain itu, Didik berpendapat bahwa skala ekonomi kedua negara tersebut berbeda. 

Produk Domestik Bruto Indonesia saat ini mampu menembus US$1 triliun, dibandingkan dengan Sri Lanka yang berkisar di US$80 miliar. Selain itu, saat Indonesia mengalami krisis yang terjadi pada tahun 1998 dan 2008, Sri Lanka justru tidak mengalami krisis ekonomi. 

Berdasarkan beberapa hal yang telah dipaparkan oleh Didik, ia menilai tidak ada hubungan langsung antara Indonesia dan Sri Lanka. Namun, ia mengatakan bahwa terdapat kesamaan antara Indonesia dan Sri Lanka, salah satunya adalah pemerintahannya yang mengerahkan subsidi secara besar-besaran dan potensi resesi di Indonesia bisa terjadi jika kondisi politik yang tidak stabil dan krisis harga, tetapi hal ini dapat dikendalikan dengan cara mengorbankan banyak hal.

Ekonom lainnya juga memberikan pandangan terhadap kejadian ini. Piter Abdullah selaku Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) mengatakan bahwa Indonesia tidak dapat disamakan dengan Sri Lanka, Indonesia mampu ditopang dengan sumber daya alamnya yang berlimpah. 

Berdasarkan analisis yang didapat Piter, kenaikan dari harga komoditas yang merupakan beban beberapa negara justru menjadi berkah bagi Indonesia. "Penerimaan pemerintah mencatat kenaikan yang cukup signifikan dalam periode booming harga komoditas dan hal ini tidak dialami oleh Sri Lanka," ujar Piter. 

Ia juga menambahkan alasan bahwa Indonesia tidak akan mengikuti jejak dari Sri Lanka, karena perekonomian Indonesia cukup kokoh dan mampu ditopang oleh Badan Usaha Milik Negara dan Swasta Nasional. Selain itu, ia mengatakan bahwa Indonesia memiliki kebijakan fiskal dan moneter yang dapat terencana dengan baik, hal ini dapat dilihat dari disiplin fiskal dan utang pemerintah yang tidak melewati batas 60% PDB.

Selain pandangan dari kedua ekonom tersebut, Chief Economist PT Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat dan Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bahwa Indonesia memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengalami resesi saat ini. Namun ia juga meminta agar tetap waspada terkait ancaman resesi di di tengah ketidakpastian ini.

Kondisi ekonomi Indonesia saat ini

Seperti yang sudah dijelaskan diatas, bahwa krisis yang dialami Sri lanka dapat dikatakan sangat mengkhawatirkan karena proses krisis yang dialaminya merupakan gabungan dari beberapa kejadian, namun untuk kasus Indonesia dapat  berbeda dengan apa yang dialami Sri Lanka dan posisi Indonesia dapat dikatakan relatif lebih aman. 

Hal tersebut karena Indonesia mempunyai banyak Sumber daya alam yang melimpah. Booming komoditas yang terjadi akhir-akhir ini tentunya sangat menguntungkan bagi Indonesia, karena Penerimaan Negara turut meningkat secara siginifikan, dan hal tersebut tidak terjadi di Sri Lanka.

Faktor selanjutnya yang membuat Perekonomian Indonesia yang kokoh adalah faktor Badan Usaha baik BUMN maupun swasta, yang kinerja perusahaan masih tergolong baik dan menghasilkan output nasional yang cukup besar. 

Faktor Kualitas kebijakan yang dihasilkan oleh Pemerintah juga berkontribusi besar terhadap kokohnya perekonomian tersebut, hal ini dapat terlihat dari Kebijakan Moneter dan Fiskal Indonesia yang cukup disiplin. 

Indikator yang paling terlihat yaitu Utang Pemerintah  tidak pernah melewati 60% dari tingkat Pendapatan Domestik Bruto, selain itu Kebijakan Bank Indonesia yang cenderung tidak terlalu sering menaikkan tingkat suku bunga pun menjadi alasan mengapa perekonomian Indonesia cenderung stabil.

Indikator-indikator Pasar Keuangan Indonesia juga masih tergolong stabil. Jenis-jenis indikator yang dimaksud adalah berkaitan tentang kualitas kredit seperti atau pembiayaan seperti (NPL dan NPF), Permodalan, maupun likuiditas. 

Indikator NPL dan NPF tidak pernah melewati batas psikologis, dan cenderung berada di sekitar 3%, kemudian Capital Adequacy Ratio (CAR) dari perbankan pun terjaga di angka 20%, begitupun indikator untuk Industri  Asuransi seperti Risk Based Capital (RBC) yang sudah memenuhi threshold nya masing-masing. 

Terakhir, Sisi Likuiditas pun sudah dapat dikatakan aman, karena Sistem Keuangan di Indonesia memenuhi batas-batas likuiditas yang dipersyaratkan, seperti Rasio alat likuid perbankan terhadap non core deposit berada diatas 50%, dan juga Rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga pun tidak pernah dibawah 10%. 

Kesimpulan 

Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa Krisis Ekonomi Negara Srilanka saat ini merupakan krisis yang bermula dari lemahnya fundamental negara yang sudah berlangsung sejak merdeka yang kemudian diperparah dengan adanya Gejolak yang terjadi di dunia seperti Pandemi Covid-19 dan juga Perang Rusia- Ukraina. 

Sayangnya hal ini tidak dapat ditanggulangi pemerintah. Beberapa Kebijakan dari pemerintah Srilanka justru menghantarkan Srilanka ke jurang kebangkrutan. 

Untuk Indonesia sendiri, sebelum pandemi datang Indonesia memang berada diposisi yang sebaik-baiknya, hal ini jugalah yang membuat kita bisa bertahan untuk menghadapi gejolak global yang terjadi. 

Namun, bukan berarti kita harus menurunkan kewaspadaan kita, langkah nyata dalam pengambilan keputusan yang bijak menghadapi gejolak yang terjadi menjadi kunci penting bagi kelangsungan negara kita, 

Seluruh pihak harus bisa beradaptasi dengan kondisi pasar global saat ini, begitu juga dengan pemerintah diharapkan dapat mengatur pengeluarannya khususnya terkait dengan pajak dan subsidi. Dan yang tak ketinggalan penting  yaitu menjaga kestabilan politik, Dimasa sulit seperti ini pejabat negara sangat dibutuhkan tangannya untuk membantu masyarakat, jangan sampai terdapat oknum-oknum semata yang justru memanfaatkan hal ini untuk kepentingan pribadi atau golongan

Daftar Pustaka

https://www.youtube.com/watch?v=8AjMJ5iVT9k&ab_channel=NgomonginUang

https://www.bbc.com/indonesia/dunia-61403286

https://www.kompas.com/global/read/2022/05/10/165800470/massa-bakar-beberapa-rumah-milik-keluarga-presiden-sri-lanka-hingga?page=all

https://www.cnbcindonesia.com/news/20220710105942-4-354396/kronologi-chaos-sri-lanka-bangkrut-hingga-presiden-mundur 

https://katadata.co.id/rezzaaji/indepth/62dd515524c35/menghadapi-krisis-global-kondisi-indonesia-beda-dengan-sri-lanka 

https://politik.rmol.id/read/2022/07/28/541822/piter-abdullah-indonesia-tidak-akan-alami-kebangkrutan-seperti-sri-lanka 

https://www.batamnews.co.id/berita-90956-membayangkan-bangkrutnya-negara-dimana-peran-pers-sebagai-pilar-keempat.html 

https://bisnisindonesia.id/article/membandingkan-skala-ekonomi-indonesia-dan-sri-lanka 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun