5. Defisit Neraca Perdagangan dan Gagal Bayar
Berkurangnya ekspor dan penurunan sektor pariwisata menyebabkan terjadinya kekurangan cadangan devisa negara. Rendahnya pasokan mata uang asing mengakibatkan terjadinya krisis pangan dan energi di Sri Lanka.Â
Terjadi pemadaman listrik selama 13 jam setiap harinya karena kurangnya pasokan bahan bakar untuk pembangkit listrik. Warga pun banyak yang kesulitan membeli BBM bahkan untuk makan pun banyak yang kelaparan.Â
Kurangnya devisa tersebut membuat negara gagal bayar utang luar negeri yang jatuh tempo sebesar 51 miliar dolar AS. Sehingga pemerintah Sri Lanka menyatakan bahwa negaranya mengalami kebangkrutan (default).
6. Pandemi Covid-19 dan Perang Rusia-Ukraina
Seperti yang diuraikan sebelumnya, kondisi krisis yang terjadi di Sri Lanka diperparah dengan adanya pandemi Covid-19 dan terjadinya perang Rusia dan Ukraina yang mengakibatkan kondisi ekonomi global tidak stabil. Kondisi ini memengaruhi Sri Lanka yang sedang mengalami krisis, padahal Sri Lanka banyak mengandalkan pendapatannya dari sektor Ekspor dan Pariwisatanya.
Â
Apakah Indonesia akan mengikuti jejak Srilanka?
Masyarakat selalu bertanya-tanya apakah Indonesia akan mengikuti jejak Sri Lanka atau tidak, dan para ahli Ekonom akhirnya membuka suara terhadap hal tersebut.Â
Salah satu Ekonom Senior Institute for Development Economics and Finance (INDEF), Didik J. Rachbini mengatakan bahwa risiko terhadap krisis ekonomi maupun resesi tetap mengintai Indonesia, walaupun kondisinya berbeda dari Sri Lanka.Â
Didik memberikan perbandingan terhadap kondisi fundamental ekonomi Sri Lanka dan Indonesia yang berbeda. Selain itu, Didik berpendapat bahwa skala ekonomi kedua negara tersebut berbeda.Â