Banyak yang berpendapat bahwa rangkaian krisis yang terjadi di Sri Lanka merupakan akibat dinasti politik negara tersebut dan banyaknya pejabat yang korup.Â
Presiden saat ini yaitu Gotabaya Rajapaksa mengangkat adiknya sebagai PM Sri Lanka yang sebelumnya merupakan Presiden Sri Lanka 2005-2015.Â
Selain itu, masih ada beberapa menteri dan pejabat lainnya yang merupakan keluarga dari Rajapaksa. Pemerintah yang korup ini sangat berdampak bagi kestabilan ekonomi dan kepercayaan Sri Lanka di mata negara-negara asing.
2. Pemotongan Pajak
Untuk mendapatkan suara dan popularitas, pemerintah melakukan kebijakan ekonomi yang tidak rasional dan malah berdampak negatif. Pemerintah melakukan pemotongan tarif pajak secara besar-besaran.Â
PPN diturunkan dari 15% menjadi 8% sedangkan pajak perusahaan dari 28% diturunkan 24%. Pajak-pajak lainnya juga turut dipangkas. Akibat dari pemangkasan tarif pajak ini. Sri Lanka pun kehilangan banyak pendapatan negara.
3. Ketidakstabilan Keamanan
Terjadinya aksi teror bom di gereja dan hotel di Sri Lanka pada tahun 2019 mengakibatkan terjadinya penurunan kepercayaan akan keamanan negara tersebut.Â
Akibatnya terjadi penurunan kunjungan wisatawan asing, padahal sekitar 12 persen PDB Sri Lanka berasal dari pariwisata dan cadangan devisa juga berasal dari sektor ini. Sehingga mengakibatkan penurunan drastis terhadap devisa negara.
4. Penghentian Impor Pupuk
Pada April 2021, pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan yang tidak rasional yaitu melarang impor pupuk dan bahan pertanian lainnya. Pemerintah beralasan kebijakan ini dilakukan agar Sri Lanka bisa menjadi negara pertama dengan pertanian organik. Akibat dari kebijakan ini, terjadi gagal panen dan membuat krisis pangan di Sri Lanka.