w-v < 1-p/p(b-d)
(w) merupakan upah yang diterima, (v) Â adalah insentif yang didapatkan dari luar, (p) merupakan kemungkinan dikeluarkan atau mendapatkan hukuman apabila menerima v, (b) adalah suap, dan (d) merupakan biaya ketidakjujuran. Â Petugas hanya akan melakukan korupsi apabila nilai p kecil dan nilai v besar seperti persamaan diatas.Â
Kurangnya transparansi pada negara bekembang merupakan salah satu faktor yang menyebabkan nilai p kecil. Â Transparansi merupakan kondisi dimana masyarakat mudah mendapatkan informasi mengenai proses pengambilan keputusan. Â Kurangnya transparansi menyebabkan masyarakat sulit untuk mengawasi kinerja petugas negara yang pada akhirnya memudahkan petugas untuk melakukan tindak korupsi. Â
Sebagai contoh kasus korupsi bantuan sosial (Bansos) dimana mantan menteri sosial Juliara Batubara mendapatkan uang sebesar Rp15,1 miliar dari menetapkan fee sebesar Rp10.000 per sembako yang bernilai Rp300.000. Â
Masyarakat pada saat itu tidak mengetahui besaran nilai dari sembako yang didapatkan sehingga sangat mudah untuk memotong nilai sembako. Â Tidak hanya transparansi, namun ketegasan hukum yang berlaku pada negara tersebut juga mempengaruhi besaran nilai p.
Lemahnya demokrasi
Demokrasi merupakan sistem pemerintahan dimana secara langsung dan tidak langsung diputuskan oleh kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas oleh rakyat. Â Negara - negara yang memiliki skor rendah pada corruption perception index (CPI) seperti Congo (12/100), Siria (14/100), dan Chad (21/100) memiliki tingkat demokrasi yang rendah. Â
Sedangkan, negara-negara dengan skor CPI yang tinggi seperti Selandia Baru (88/100) dan Norwegia (84/100) memiliki tingkat demokrasi yang tinggi (Trancparency International 2020). Â Hal ini menunjukan bahwa demokrasi memiliki pengaruh terhadap tingkat korupsi. Â Demokrasi yang baik akan menurunkan tingkat korupsi (Lederman et.al 2001).
Regulasi yang panjang dan rumit
Regulasi yang panjang merupakan kesempatan bagi seseorang untuk melakukan korupsi. Â Berdasarkan teori pilihan publik, regulasi memberikan keuntungan bagi politisi. Â Politisi yang memiliki keinginan pribadi menggunakan sumber daya (regulasi) untuk memenuhi kepentingan pribadi. Â Berdasarkan teori ini, regulasi yang panjang meningkatkan kasus korupsi.
Hasil studi yang dilakukan oleh Amin dan Soh (2020) mengenai dampak regulasi terhadap kasus korupsi menjelaskan bahwa regulasi yang panjang memang meningkatkan kasus korupsi. Â Studi tersebut menjelaskan bahwa perusahaan melakukan suap kepada pemerintah seperti mendapatkan izin pembangunan, akses air, dan izin operasi untuk mengatasi regulasi yang sulit.