Mohon tunggu...
dindayayumaharani
dindayayumaharani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hobi saya adalah mencari hal hal lucu dan baruu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Agus Pria Disabilitas : Menjadi Tersangka Dalam Kasus Dugaan Pelecehan Seksual

16 Desember 2024   18:25 Diperbarui: 16 Desember 2024   18:52 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1.1. : Agus Buntung, pria disabilitas yang menjadi tersangka kasus pelecehan seksual menjalani proses rekonstruksi di NTB 

Saat ini pelecehan seksual semakin marak dan sering terjadi di masyarakat dengan memperlihatkan begitu banyak

bentuk, dengan tidak memandang umur dan jenis kelamin seseorang. Bentuk pelecehan seksual yang sering

didapatkan oleh seseorang diantaranya yaitu pelecehan seksual secara verbal dan non verbal. Pelecehan seksual

secara verbal yang terjadi di ruang publik menggunakan beberapa simbol seperti bersiul, berseru, gestur menggoda,

sementara Pelecehan non verbal terjadi melalui kontak fisik antara pelaku dan korban berupa meraba, meraih secara

paksa, menyentuh, dan merasakan bagian tubuh tertentu yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, fokus pada artikel

kali ini adalah bagaimana seorang penyandang disabilitas melakukan pelecehan seksual secara fisik terhadap korban nya.

LATAR BELAKANG PELAKU

Kasus Agus alias IWAS, Penyandang disabilitas di Nusa tenggara Barat (NTB) menjadi perhatian publik usai

laporan seorang mahasiswi berinisial (MA). Menurut pendamping korban, Ade Latifa, peristiwa dugaan kekerasan

seksual yang dialami kliennya semula dilaporkan pada teman korban. Ade Latifa mengatakan bahwa jika korban tidak

melapor, korban akan merasa tidak aman jika keluar dari rumah sebab bisa saja korban akan kembali bertemu dengan

pelaku lagi.

Namun sang pelaku sempat mengklaim bahwa dirinya difitnah oleh korban. Seiring waktu, lebih banyak korban

yang muncul, membeberkan pengalaman mereka yang serupa, yakni menjadi korban pelecehan seksual Agus. Fakta

ini menunjukkan bahwa kasus yang semula dianggap sepele, kini berkembang menjadi isu besar yang menyita

perhatian publik.

Agus ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Ditreskrimun Polda Nusa Tenggara Barat dalam kasus dugaan

pelecehan seksual, Namun kasus tersebut masih dalam tahap diselidiki. Berdasarkan data yang diterima oleh pihak

kepolisian dari Komisi Disabilitas Daerah ada 15 orang diantaranya anak anak dibawah umur yang sudah menjadi

korban pelecehan yang dilakukan oleh tersangka. Pada Rabu (11/12) Polda Nusa Tenggara Barat memastikan proses

hukum berlangsung transparan, di antaranya melakukan rekontruksi kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh pelaku guna mengungkap detail peristiwa.

Agus selaku pelaku juga tersangka turut dihadirkan dalam proses rekontruksi tersebut. Rekontrusi tersebut

dilakukan di 3 tempat berbeda yang di pakai agus yakni Taman Udayana, Islamic Center, dan Homestay. Rekontruksi

untuk menggambarkan rangkaian kejadian dalam kasus ini terhitung ada 49 adegan. Pihak berwenang masih terus

menerima laporan tambahan dari para korban yang memberanikan diri untuk melapor.

Pelaku ditahan di rumah sebab keterbatasan fasilitas di rumah tahanan yang ramah disabilitas. Meskipun

demikian, proses hukum terhadap apa yang dilakukan oleh pelaku akan terus dan tetap berlanjut dengan tim

pendampingan dari tim kuasa hukum. Keputusan Polda Nusa Tenggara Barat untuk menahan pelaku dirumah

mencerminkan dimana fasilitas yang memadai sangat penting untuk mendukung proses hukum yang adil dan

manusiawi.

KRONOLOGI

Ade Latifa, sang pendamping korban berinisial (AM) menceritakan peristiwa yang di alami oleh korban pada 7

Oktober sekitar pukul 10:00 WITA. Awalnya korban sedang ingin membuat konten Instagram di Taman Udaya, korban

di hampiri oleh seseorang (terduga si pelaku) yang tak di kenal olehnya, Pelaku bertanya apakah ia seorang mahasiswi

atau bukan. Korban menjawab iya dan pelaku membuat klaim sebagai mahasiswa di kampus yang sama dengan

korban.

Korban dan pelaku melanjutkan pembicaraannya mengenai keluarga dan seputar perkuliahan. Ade Latifa

mengatakan bahwa korban tidak fokus dan merasa tidak nyaman karena pelaku bertanya sesuatu hal yang mengarah

kepada seksualitas. Namun korban tidak menaruh rasa curiga sedikipun pada pelaku. Terduga pelaku mengajak korban

pindah ke belakang taman teras. Seolah mengatahui semua keburukan korban sang pelaku mengancam korban untuk

diam dan tidak memberontak

Ancaman tersebut dilakukan berulang ulang oleh pelaku, sehingga korban hanya bisa diam, sedih dan merasa

bersalah. Korban sempat di ajak untuk “mandi suci” bersama si pelaku, tetapi korban terus menolak namun pelaku

lagi lagi mengancam korban jika tidak ingin menuruti keinginannya pelaku akan membocorkan seluruh keburukan

korban kepada orang tuanya. Korban terpaksa menuruti keinginannya, dan membonceng pelaku ke penginapan,

pelaku dan korban sempat terlibat cekcok sebab pelaku meminta korban untuk membayar biaya kamar. Ainuddin

menuturkan bahwa cekcok berlanjut saat hendak meninggalkan penginapan itu dan menuju Jalan Udayana, tepatnya

di Islamic Center Nusa Tenggara Timur

Latifa mengatakan keberanian korban MA melaporkan kasusnya, rupanya memunculkan keberanian

korbankorban lain untuk bersuara perihal apa yang sudah dilakukan pelaku. Saat ini, total ada 13 korban yang

mengadu ke lembaganya. Dari belasan itu, sepuluh korban berusia dewasa dan tiga lainnya masih duduk di bangku

Sekolah Menengah Pertama (SMP). Modus yang dilakukan terduga pelaku terhadap para korban, klaimnya, relatif

sama.

Korban biasanya duduk sendiri, dihampiri pelaku, diajak berkenalan, dan diambil simpatinya dengan

ceritacerita sedih sambil menunjukkan video-video dia yang bisa bermain alat musik dan lain-lain. Dengan begitu,

korban simpati ke pelaku dan korban tidak curiga kalau pelaku akan melakukan macam-macam. Setelah mendapatkan

empati korban pelaku mulai mengulik kehidupan pribadi korban sampai akhirnya itu dijadikan ancaman untuk korban

Terduga pelaku, klaimnya, juga mengajak para korban untuk melakukan ritual "mandi suci" dengan dalih untuk

membersihkan dosa-dosa masa lalu mereka. Ade Latifa menuturkan kesamaan para korban ini adalah mereka berada

dalam situasi rentan. Misalnya, dalam kondisi lelah memikirkan perkuliahan, ada juga yang sedang bermasalah

dengan keluarga.

Ada korban yang tak sampai di bawa ke penginapan, tapi dia diikuti sampai ke indekosnya dan sempat terjadi

upaya pelecehan oleh pelaku.Dan meskipun terduga pelaku memiliki keterbatasan fisik, dia bisa mendorong korban dengan tubuh nya. PENGAKUAN PELAKU

Cara pelaku membela dirinya mencerminkan stigma dan steorotip di masyarakat tentang penyandang

disabilitas. Banyak orang yang berpikir bahwa penyandang disabilitas tidak dapat menjadi pelaku kekerasan seksual

karena keterbatasan fisik mereka.

Agus sendiri menyangkal juga menolak laporan korban perihal kasus ini, Agus mengatakan bahwa dirinya

difitnah oleh korban, ia mempertanyakan bagaimana dirinya bisa melakukan kekerasan seksual tersebut kepada

korban dengan kondisinya sebagai penyandang disabilitas.

“Yang saya bingung bagaimana saya memerkosa? Sementara saya enggak bisa buka celana sendiri, enggak

bisa buka baju sendiri. Jadi bagaimana saya melakukan kekerasan seksual?" Pernyataan tersebut menjadi alasan Agus

untuk membela dirinya dari tuduhan tersebut dengan menekankan keterbatasan fisik yang dimilikinya. Ini juga

menunjukan bagaimana beberapa pelaku menjadikan kondisi fisik mereka untuk menghindari tanggung jawab atas

apa yang sudah dilakukan.

Namun Ketua Komisi Disabilitas Nusa Tenggara Timur meminta masyarakat untuk memandang disabilitas

secara adil sebagai kelompok yang memiliki kedudukan sama didepan hukum. "Termasuk bahwa disabilitas punya

potensi, punya peluang menjadi pelaku tindak pidana, itu tidak bisa dipungkiri,"

PELAKU DIBELA OLEH 16 PENGACARA

Dalam kasus yang sedang ramai menjadi pembicaraan publik, sebanyak 16 pengacara akan membela Agus

alias IWAS sang penyandang disabilitas yang menjadi tersangka pelecehan seksual. Koordinator tim pengacara,

Ainuddin, menyatakan bahwa Agus sangat terbuka kepada para kuasa hukum, yang diharapkan dapat memudahkan

proses pendampingan hingga persidangan

Ainuddin mengatakan bahwa hubungan agus dan para korbannya adalah karena suka sama suka, tanpa

paksaan dan ada kesepakatan di antara mereka. Dirinya menegaskan bahwa pengakuan pelaku akan menjadi bahan pembelaan hukum. 

Gambar 1.2. : Korban digrooming hingga di manipulasi oleh pelaku 
Gambar 1.2. : Korban digrooming hingga di manipulasi oleh pelaku 

KESIMPULAN

Pelecehan seksual terhadap seseorang baik orang dewasa ataupun anak di bawah umur merupakan

pelanggaran yang sangat amat serius, selain melibatkan ketidakmampuan korban untuk memberikan persetujuan,

tetapi juga menimbulkan dampak jangka panjang terhadap perkembangan psikologis dan emosional mereka.

Sehingga peran orang tua dan lingkungannya berperan penting untuk menjaga kondisi fisik dan mental korban. Upaya

kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum sangat diperlukan untuk memastikan agar

kasus serupa tidak terjadi di masa mendatang.

Kasus Agus Buntung saat kini ramai sekali diperbincangkan. Sisi positifnya, kasus ini memicu para masyarakat

untuk meningkatkan kewaspadaanya terhadap diri sendiri maupun pada lingkungan disekitarnya. Kasus ini juga

menjadi pengigat bahwa akan pentingnya menciptakan lingkungan yang aman bagi setiap individu, tanpa terkecuali.

Terutama bagi kelompok yang rentan, seperti anak-anak dibawah umut yang masih berpikir labil sebab korban

pelecehan tidak hanya merugikan diri korban tetapi juga mencoreng reputasi pelaku dan menciptakan stigma sosial

yang sulit dihilangkan.

Upaya kolaboratif antara pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum sangat diperlukan untuk

memastikan agar kasus serupa tidak terjadi di masa mendatang. Kerja sama ini penting untuk menciptakan sistem

yang lebih responsif terhadap isu pelecehan seksual dan mencegah terulangnya kekerasan serupa. Sebab Keamanan

dan perlindungan harus menjadi prioritas utama dalam masyarakat juga dalam berbagai aspek kehidupan baik di

lingkungan sekolah tempat berkeja maupun didepan khalayak banyak

Sangat penting juga untuk menekankan bahwa setiap tindakan pelecehan seksual harus dilaporkan dan

diproses sesuai dengan hukum yang berlaku. Tidak ada tempat bagi kekerasan atau pelanggaran terhadap hak individu

dalam masyarakat. Dalam hal ini, peran pemerintah, masyarakat, aparat penegak hukum, dan lembaga pendidikan

sangat penting dalam menciptakan lingkungan yang aman dan bebas dari indikasi tindakan pelecehan seksual.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun