Teknik Pengolahan Hasil Asesmen: Penentuan Standar Asesmen, Teknik Pengolahan dengan Menggunakan Pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP), dan Acuan Norma (PAN)
Tulisan ini mengupas beberapa topik pembahasan yang berkaitan dengan teknik pengolahan asesmen: adapun bentuk pengolahan asesmen tersebut ada dua macam yaitu, teknik pengolahan dengan menggunakan pendekatan acuan patokan dan acuan norma. Untuk melakukan asesmen dari hasil belajar siswa, seorang guru dalam menentukan nilai maka seorang tester haruslah mengolah dari pada skor mentah yang didapat dengan pendekatan penilaian acuan patokan ataupun acuan norma.Â
Penilaian acuan patokan merupakan suatu norma yang ditetapkan secara absolut (mutlak) oleh guru atau pembuat tes, berdasarkan atas jumlah soal, bobot masing-masing soal serta prosentasi penguasaan yang dipersyaratkan. Sedangkan penilaian acuan norma merupakan suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para pengikut dalam suatu tes.Â
Maka skor standar yang dicapai oleh seseorang yang didasarkan atas penilaian acuan norma ini mencerminkan status individu di dalam kelompok. Pedoman yang dipergunakan untuk mengubah skor mentah menjadi skor standar pada acuan norma didasarkan atas mean dan standar deviasi dengan cara menggunakan rumus statistik berdasarkan distribusi skor mentahyang dicapai oleh pengikut tes.
a.Teknik Pengolahan Hasil Asesmen
Sebelum sampai pada pembicaraan tentang penentuan standar asasmen, perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang perbedaan antara skor dan nilai. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kadang-kadang orang beranggapan bahwa skor itu mempunyai pengertian yang sama dengan nilai, padahal pengertian seperti itu belum tentu benar. Skor adalah hasil pekerjaan penyekor (memberikan angka) yang diperoleh dengan jalan menjumlahkan angka-angka bagi setiap butir item yang oleh testee telah dijawab dengan betul, dengan memperhitungkan bobot jawaban betulnya. (Anans Sudijono, 1996: 309)
Contoh misalkan tes hasil belajar dalam bidang ushul fiqh menyajikan 40 butir so'al tes obyektif dengan ketentuan bahwa untuk setiap butir soal yang dijawab dengan betul diberikan bobot 2. Dengan demikian secara ideal atau secara teoritik apabila seorang testee dapat menjawab dengan betul 40 butir soal tersebut, maka testee tersebut akan memperoleh skor sebesar 40 X 2 = 80.Â
Angka 80 ini disebut dengan Skor Maksimum Ideal (SMI), yaitu skor tertinggi yang mungkin dapat dicapai oleh testee kalau saja semua butir soal dapat dijawab dengan betul. Artinya dalam tes hasil belajar tersebut tidak mungkin ada testee yang skornya melebihi 80. Kalau saja dalam tes hasil belajar itu siswa bernama Gunawan dapat menjawab dengan betul sebanyak 17 butir soal, sedangkan siswa bernama Novi menjawab dengan betul sebanyak 27 butir soal, maka skor yang diberikan kepada Gunawan adalah 17 X 2= 34, sedangkan skor diberikan kepada Novi adalah 27 X 2= 54.Â
Jelaslah, bahwa angka 80, 34 dan 54 itu bukanlah nilai atau belum disebut dengan nilai, sebab angka 80, 34 dan 54 itu barulah menunjukkan banyaknya butir soal yang dapat dijawab dengan betul setelah diperhitungkan dengan bobot jawaban betulnya. Karena itu untuk dapat disebut nilai, skor-skor mentah hasil tes itu masih memerlukan hasil pengolahan dan pengubahan.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa untuk sampai kepada nilai, maka skor-skor hasil tes yang pada hakikatnya masih merupakan skor-skor mentah itu perlu diolah terlebih dahulu sehingga dapat diubah (dikonversi) menjadi skor yang sifatnya baku atau standar. Mengadakan penilaian atau memberikan penilaian pada hakekatnya adalah mengubah angka-angka yang diperoleh dari skor mentah menjadi suatu nilai yang memiliki suatu arti maupun klasifikasi evaluatif, seperti baik buruk, tinggi rendah, atau memuaskan tidak memuaskan, berdasarkan kriteria tertentu.Â
Dari pelaksanaan penilaian (melalui pengukuran atau tidak) dapat dikumpulkan sejumlah data atau informasi yang dibutuhkan dalam evaluasi hasil belajar. Data yang terkumpul dari penilaian dengan teknik tes akan berupa data kuantitatif, sedangkan teknik non tes akan menjaring data kualitatif maupun kuantitatif sekaligus. Data yang terkumpul baik melalui teknik tes maupun teknik non tes merupakan data mentah yang memerlukan pengolahan lebih lanjut. Kegiatan mengolah data yang berhasil dikumpulkan melalui kegiatan penilaian inilah yang disebut kegiatan pengolahan hasil penilaian.
Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut :Â Menskor, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan 3 (tiga) macam alat bantu, yakni kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat penilai.Â
Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yakni kegiatan evaluator menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf atau angka. Hasil pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian dapat diadministrasikan dengan baik. (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 218)
Jadi jelaslah bahwasanhya jika guru ingin mengetahui sudah seberapa jauh siswanya dalam menguasai pelajaran yang telah diberikan maka guru dapat melaksanakan pengolahan hasil penilaian dengan cara diatas, untuk contoh serta cara dalam melaksanakan pengolahan penilaian tersebut akan penulis paparkan di penjelasan selanjutnya.
b. Teknik pengolahan dengan menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Penilaian acuan patokan disebut juga dengan norma absolut, merupakan suatu norma yang ditetapkan secara absolut (mutlak) oleh guru atau pembuat tes, berdasarkan atas jumlah soal, bobot masing-masing soal serta prosentasi penguasaan yang dipersyaratkan. Dengan demikian skor standar yang diperoleh oleh seseorang yang didasarkan atas dasar konversi norma absolut akan mencerminkan penguasaan anak terhadap bahan yang diberikan (Sulistyorini, 2009: 150).
Jadi pada penilaian acuan patokan ini hasil penampilan seorang siswa menunjukkan posisinya sendiri tanpa membandingkan dengan hasil siswa yang lain. Siapapun individual yang dapat mencapai ketentuan yang berlaku seperti apabila seorang siswa dapat mencapai nilai TOEFL 450 dikatakan lulus. Sebaliknya siswa yang tidak dapat mencapai kriteria baku yang telah ditetapkan dianggap gagal. Berikut penulis berikan contoh pengolahan dengan menggunakan pendekatan acuan patokan di SMK Muhammadiya Mlati Yogyakarta.
Contoh: dalam penilaian UTS di SMK Muhammadiyah Mlati Yogyakarta Tahun Pelajaran 2017/2018, pada Kelas X, Bidang Keahlian:Teknik Otomotif. Soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut terdiri atas 40 butir soal tes pilihan ganda dengan tiap satu soal dengan jawaban benar diberikan skor 1,5 dan 5 butir tes uraian atau essay dengan satu soal dengan jawaban benar diberikan skor 8 dengan begitu skor maksimum idealnya yaitu 110, dengan rincian 40 X 1,5 = 60 dan 5 X 10 = 60 Berdasarkan rincian butir-butir soal tersebut dapatlah kita ketahui bahwa Skor Maksimum Ideal (SMI) dari tes hasil belajar tersebut adalah = 110. Dalam tes hasil belajar bidang studi Fiqih ini diikuti oleh 27 orang siswa dan dalam tes tersebut ke-27 orang siswa itu berhasil meraih skor-skor tes sebagai berikut:
Nilai=        Skor Mentah        X 100
         Skor Maksimum Ideal
Diatas telah dikemukakan bahwa skor maksimum iedeal dari tes hasil belajar mata pelajaran fiqih yaitu 110. Dengan demikian, apabila skor-skor mentah diatas kita olah atau kita ubah menjadi nilai standar. Maka nilai-nilai standar yang berhasil dicapai oleh masing-masing individu adalah sebagai berikut:
 Nilai hasil tes yang ditentukan dengan standar mutlak atau penilaian acuan patokan itu sebenarnya angka-angka persentase maka tester akan dapat segera mengetahui, siswa manakah yang tingkat penguasaannya tinggi, sedang atau rendah. Tingginya nilai yang berhasil diraih oleh oleh seorang siswa berarti siswa tersebut tingkat penguasaannya terhadap materi tes adalah tinggi begitu juga sebaliknya apabila adal hasil tes siswa yang rendah berarti tingkat penguasaannya tergolong rendah. Inilah tergolong keunggulan yang dimiliki oleh penilaian beracuan patokan.
c. Teknik pengolahan dengan menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Norma (PAN).
Penilaian acuan norma merupakan suatu norma yang disusun secara relatif berdasarkan distribusi skor yang dicapai oleh para pengikut dalam suatu tes. Dengan demikian maka skor standar yang dicapai oleh seseorang yang didasarkan atas penilaian acuan norma ini mencerminkan status individu di dalam kelompok. (Sulistyorini, 2009: 150).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dalam hal ini prestasi belajar seorang siswa dibandingkan dengan siswa lain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Seorang siswa yang apabila terjun ke kelompok A termasuk "hebat", akan tetapi apabila ia pindah ke kelompok lain hanya menduduki kualitas sedang saja. Berikut penulis uraikan teknik dan prosedur pengolahan data dengan dengan penilaian acuan norma.
Teknik-teknik pengolahan data dengan pendekatan PAN adalah sebagai berikut:
1. Â Penyusunan distribusi frekuensi
Jika banyaknya skor yang diolah kurang dari 30, maka digunakan tabel distribusi frekuensi tunggal, dan jika banyaknya skor yang diolah lebih dari 30, maka digunakan distribusi frekuensi bergolong.
Adapun prosedur penyusunan distribusi frekuensi adalah:
a. Â Urutkan data dari terkecil sampai terbesar
b. Â Mencari jarak atau range (R)
   R = nilai maximum- nilai minimum
c. Â Mencari banyak interval kelas (K)
   K = 1 + 3,3 log n
   Keterangan:   K = banyak kelas
                  n= banyaknya data
                  3,3= bilangan konstanta
d. Â Mencari panjang interval kelas (i)
    i = (R+1) : K
   Keterangan:   i = panjang interval kelas
                 R = range
                 K = banyak kelas
e. Â Menyusun tabel distriusi frekuensi
2. Â Menghitung rata-rata (mean)
3. Â Menghitung standar deviasi
4. Menyusun Pedoman konversi.
   a. Berskala lima
     Prosedur-prosedur yang dilakukan dalam menyusun pedoman konversi berskala lima, ialah:
1. Â Mengubah skor mentah hasil tes menjadi nilai standar berskala lima atau nilai huruf. Pengubahan skor mentah hasil tes menjadi nilai standar berskala lima atau nilai huruf, menggunakan patokan sebagai berikut:
  a)  Mean + 1,5 SD ke atas = A
  b)  Mean + 0,5 SD ke atas = B
  c)  Mean -- 0.5 SD ke atas = C
  d)  Mean -- 1,5 SD ke atas = D
  e)  Mean -- 1,5 SD ke bawah = E
2. Membuat tabel konversi.
3. Mengkonversi skor-skor mentah menjadi nilai standar berskala lima.
b. Â Berskala sembilan
Prosedur-prosedur yang dilakukan dalam menyusun pedoman berskala sembilan, ialah:
1. Â Mengubah skor mentah hasil tes menjadi nilai standar berskala sembilan. Jika skor-skor mentah hasil tes itu akan diubah menjadi nilai standar berskala sembilan, maka patokan yang dipergunakan ialah:
a) Â Mean + 1,75 SD ke atas = 9
b) Â Mean + 1,25 SD ke atas = 8
c) Â Mean + 0,75 SD ke atas = 7
d) Mean + 0,25 SD ke atas = 6
e) Â Mean -- 0,25 SD ke atas = 5
f) Â Mean -- 0,75 SD ke atas = 4
g) Â Mean 1,25 SD ke atas = 3
h) Â Mean -- 1,75 SD ke atas = 2
i) Â Mean -- 1,75 SD ke bawah = 1
2. Â Membuat tabel konversi.
3. Â Mengkonversi skor-skor mentah menjadi nilai standar berskala sembilan.
c. Â Berskala sebelas.
Prosedur-prosedur yang dilakukan dalam menyusun pedoman berskala sebelas, ialah:
1. Â Mengubah skor mentah hasil tes menjadi nilai standar berskala sebelas. Jika skor-skor mentah hasil tes itu akan diubah menjadi nilai standar berskala sebelas, maka patokan yang dipergunakan ialah:
a) Â Mean + 2,25 SD ke atas = 10
b) Â Mean + 1,75 SD ke atas = 9
c) Â Mean + 1,25 SD ke atas = 8
d) Â Mean + 0,75 SD ke atas = 7
e) Â Mean + 0,25 SD ke atas = 6
f) Â Mean -- 0,25 SD ke atas = 5
g) Â Mean -- 0,75 SD ke atas = 4
h) Â Mean 1,25 SD ke atas = 3
i) Â Â Mean -- 1,75 SD ke atas = 2
j) Â Â Mean 2,25 SD ke atas = 1
k) Â Mean -- 2,25 SD ke bawah = 0
2. Â Membuat tabel konversi.
3. Â Mengkonversi skor-skor mentah menjadi nilai standar berskala sebelas
Berdasarkan teknik pengolahan data dengan pendekatan PAN tersebut diatas berikut penulis uraikan penerapan penilaian acuan norma.
d. Penerapan PAN dalam sistem pembelajaran pada Ujian Tengah Semester (UTS) Gasal, di SMK Muhammadiyah Mlati Yogyakarta Tahun Pelajaran 2017/2018.
Diketahui 25 orang peserta didik mengikuti ujian tengah semester mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan memperoleh skor mentah sebagai berikut:
69 Â Â Â Â 53 Â Â Â Â 71 Â Â Â Â 58 Â Â Â Â 74 Â Â Â Â
75 Â Â Â Â 67 Â Â Â Â 76 Â Â Â Â 74 Â Â Â Â 77 Â Â Â Â
85 Â Â Â Â 81 Â Â Â 64 Â Â Â Â 61 Â Â Â Â 70
70 Â Â Â Â 83 Â Â Â Â 78 Â Â Â Â 66 Â Â Â Â 71
75 Â Â Â Â 75 Â Â Â Â 72 Â Â Â Â 57 Â Â Â Â 64
Pertanyaan: Tentukan nilai peserta didik dengan menggunakan pendekatan
Penyelesaian:
1. Â Penyusunan Distribusi Frekuensi
a) Â Menyusun skor terkecil sampai yang terbesar
53 Â Â Â Â 64 Â Â Â Â 70 Â Â Â Â 74 Â Â Â Â 77 Â Â Â Â
57 Â Â Â Â 66 Â Â Â Â 71 Â Â Â Â 75 Â Â Â Â 78 Â Â Â Â
58 Â Â Â Â 67 Â Â Â Â 71 Â Â Â Â 75 Â Â Â Â 81
61 Â Â Â Â 69 Â Â Â Â 72 Â Â Â Â 75 Â Â Â Â 83
64 Â Â Â Â 70 Â Â Â Â 74 Â Â Â Â 76 Â Â Â Â 85
a) Â Mencari Range (R)
R = nilai maximum- nilai minimum
= 8553
= 32
b) Â Mencari banyak interval kelas (k)
k = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 25
= 1 + 3,3 (1,397)
= 1 + 4,610
= 5,610 (dibulatkan 6)
c) Â Mencari panjang interval kelas (i)
i = (R+1) : K
i = (32+1) : 6
i = 5,5 (dibulatkan menjadi 5)
d) Â Menyusun daftar distribusi frekuensi
Xi = Nilai tengah
            Rumusnya (batas kelas bawah + atas) : 2
            Contoh = (53+57) : 2 = 55
Mean (X) = (Zf.Xi)Â = 1763Â = 70,52
              Zf       25
3. Â Menghitung standar deviasi
            N           N
    = 5  63  --  ( -3)2
          25      25
    = 5 2,25  -- 0,0144
    = 5 2,2356
    = 5 x 1,495
    = 7,475
4. Menyusun pedoman konversi Skala lima
1) Â Mengubah skor mentah hasil tes menjadi nilai standar berskala lima
a) Mean + 1,5 SD ke atas = A
= 70,52 + (1,5 X 7,475)
= 70,52 + 11,2125
= 81,2125
b) Mean + 0,5 SD ke atas = B
= 70,52 + (0,5 X 7,475)
= 70,52 + 3,7375
=74,2575
c) Mean -- 0.5 SD ke atas = C
= 70,52 - (0,5 X 7,475)
= 70,52 -- 3,7375
= 66,7825
d) Mean -- 1,5 SD ke atas = D
= 70,52 -- (1,5 X 7,475)
= 70,52 -- 11,2125
= 59,3075
e) Mean -- 1,5 SD ke bawah = E
= 70,52 -- (1,5 X 7,475)
= 70,52 -- 11,2125
= 59,3075
2) Membuat tabel konversi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H