Prosedur pelaksanaan pengolahan hasil penilaian adalah sebagai berikut :Â Menskor, yakni memberikan skor pada hasil penilaian yang dapat dicapai oleh responden (peserta didik). Untuk menskor atau memberikan angka diperlukan 3 (tiga) macam alat bantu, yakni kunci jawaban, kunci skoring dan pedoman pengangkaan. Tiga macam alat bantu penskoran atau pengangkaan berbeda-beda cara penggunaannya untuk setiap butir soal yang ada dalam alat penilai.Â
Mengubah skor mentah menjadi skor standar, yakni kegiatan evaluator menghitung untuk mengubah skor yang diperoleh peserta didik yang mengerjakan alat penilaian disesuaikan dengan norma yang dipakai. Mengkonversikan skor standar ke dalam nilai, yakni kegiatan akhir dari pengolahan hasil penilaian yang berupa pengubah skor ke nilai, baik berupa huruf atau angka. Hasil pengolahan hasil penilaian ini akan digunakan dalam kegiatan penafsiran hasil penilaian. Untuk memudahkan penafsiran hasil penilaian, maka hasil akhir pengolahan hasil penilaian dapat diadministrasikan dengan baik. (Dimyati dan Mudjiono, 1999: 218)
Jadi jelaslah bahwasanhya jika guru ingin mengetahui sudah seberapa jauh siswanya dalam menguasai pelajaran yang telah diberikan maka guru dapat melaksanakan pengolahan hasil penilaian dengan cara diatas, untuk contoh serta cara dalam melaksanakan pengolahan penilaian tersebut akan penulis paparkan di penjelasan selanjutnya.
b. Teknik pengolahan dengan menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Penilaian acuan patokan disebut juga dengan norma absolut, merupakan suatu norma yang ditetapkan secara absolut (mutlak) oleh guru atau pembuat tes, berdasarkan atas jumlah soal, bobot masing-masing soal serta prosentasi penguasaan yang dipersyaratkan. Dengan demikian skor standar yang diperoleh oleh seseorang yang didasarkan atas dasar konversi norma absolut akan mencerminkan penguasaan anak terhadap bahan yang diberikan (Sulistyorini, 2009: 150).
Jadi pada penilaian acuan patokan ini hasil penampilan seorang siswa menunjukkan posisinya sendiri tanpa membandingkan dengan hasil siswa yang lain. Siapapun individual yang dapat mencapai ketentuan yang berlaku seperti apabila seorang siswa dapat mencapai nilai TOEFL 450 dikatakan lulus. Sebaliknya siswa yang tidak dapat mencapai kriteria baku yang telah ditetapkan dianggap gagal. Berikut penulis berikan contoh pengolahan dengan menggunakan pendekatan acuan patokan di SMK Muhammadiya Mlati Yogyakarta.
Contoh: dalam penilaian UTS di SMK Muhammadiyah Mlati Yogyakarta Tahun Pelajaran 2017/2018, pada Kelas X, Bidang Keahlian:Teknik Otomotif. Soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut terdiri atas 40 butir soal tes pilihan ganda dengan tiap satu soal dengan jawaban benar diberikan skor 1,5 dan 5 butir tes uraian atau essay dengan satu soal dengan jawaban benar diberikan skor 8 dengan begitu skor maksimum idealnya yaitu 110, dengan rincian 40 X 1,5 = 60 dan 5 X 10 = 60 Berdasarkan rincian butir-butir soal tersebut dapatlah kita ketahui bahwa Skor Maksimum Ideal (SMI) dari tes hasil belajar tersebut adalah = 110. Dalam tes hasil belajar bidang studi Fiqih ini diikuti oleh 27 orang siswa dan dalam tes tersebut ke-27 orang siswa itu berhasil meraih skor-skor tes sebagai berikut:
Nilai=        Skor Mentah        X 100
         Skor Maksimum Ideal
Diatas telah dikemukakan bahwa skor maksimum iedeal dari tes hasil belajar mata pelajaran fiqih yaitu 110. Dengan demikian, apabila skor-skor mentah diatas kita olah atau kita ubah menjadi nilai standar. Maka nilai-nilai standar yang berhasil dicapai oleh masing-masing individu adalah sebagai berikut: