Jujur, awalnya saya bingung. Kenapa butuh waktu sedemikian lama sampai Kakek terbangun? Padahal satu ruangan sudah mengintip dari bilik masing mendengar panggilan Nenek? Dan jawabannya saya dapat keesokan harinya. Ketika perawat memberikan injeksi obat ke Kakak.
"Kakek itu sudah agak tuli, jadi pendengarannya kurang."
Saya dan Kakak mengangguk. Di sebelah, si Kakek sedang membantu Nenek ganti baju. Kami dengar bagaimana keduanya berdebat kecil.
"Si Nenek gampang marah. Darah tinggian," sambung Kakak Perawat. Kemudian Kakak saya menanyakan hal lain kepadanya.
"Kakek enggak mandi sejak sampai di sini. Dia takut Nenek enggak dengar waktu manggil dia. Jadinya dia dideket Nenek terus."
"Anaknya?"
Perawat tersenyum lemah. "Anak mereka cuma satu. Ikut suaminya ke daerah T. Enggak bisa pulang karena wabah."
***
Besoknya, keadaan nenek semakin mengkhawatirkan. Ketika kami mau pulang, Nenek membutuhkan donor darah.
"A."
Golongan darah si Kakek bukan A.