"Maaf, tadi Mbak pesan cappuccino ya?"
Aku melirik sekilas ke arah suara itu. Tiba-tiba cowok penjual roti itu sudah berada di hadapan meja kami! Tapi, untungnya, ia tidak bertanya padaku, tapi kepada temanku yang berbaju merah.
"Ha?" tanya temanku heran.
Jantungku tiba-tiba mulai berdebar tidak karuan.
"Iya...iya, Mbak 'kan... Mbak 'kan yang, yang pesan cappuccino?"
Kenapa dia jadi gugup begitu?
"Iih, ngaco!" jawab temanku tambah heran.
"Cowok lo kali yang pesen," ucapku setengah berbisik. Lalu aku kembali menekuri buku di hadapanku.15
Kuhirup nafas dalam-dalam, supaya aku dapat berkonsentrasi membaca buku itu. Aku berharap moga-moga detak jantungku normal kembali.
Namun, temanku yang berbaju merah itu tetap menggeleng. "Perasaan dia udah dapet cappuccino-nya deh, barusan." Ia lalu menunjuk ke sosok cowok bertubuh tegap yang sedang berdiri membelakanginya.
"Oh, maaf deh kalo gitu. Saya salah orang kali, ya." Kemudian cowok penjual roti itu menjauh.