Mohon tunggu...
Dina Mardiana
Dina Mardiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan penerjemah, saat ini tinggal di Prancis untuk bekerja

Suka menulis dan nonton film, main piano dan biola

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Fiksi Kuliner] Secangkir Cappuccino

6 Juni 2016   09:43 Diperbarui: 6 Juni 2016   10:36 205
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Yah, lo nggak kebagian dong?" tanya si cowok dengan nada agak menyesal kepada si gadis bertampang lugu itu.

"Wah, iya, sayang Mbak nggak kebagian ya, minta temennya aja deh," ucapku setengah meledek.

Tetapi, apa jawaban gadis itu? "Nggak usah nyesel! Saya nggak kepengen, kok!" jawabnya ketus. Wajahnya tampak serius.

Cowok itu tertawa. "Cuma becanda lagi..."

"Udah ambil aja lagi. Gue lagi nunggu pesenan gue, dari tadi belum dibikin-bikin juga...," timpal gadis itu. Amarahnya seperti tertahan.

Aku betul-betul kaget. Dikiranya aku kurang ajar banget kali ya? Padahal maksudku hanya becanda. Tampaknya ia tahu aku sedang mengerjainya. Tetapi, ia tidak mau terima. Apalagi, dia yang sejak pertama menunggui pesanannya, secangkir cappuccino. Namun, aku malahan melayani pembeli yang lain. Padahal, pembeli yang lain minta pesanannya diantar ke meja mereka, tapi gadis ini tidak. Dia rela menunggui gilirannya mendapatkan pesanannya, hanya untuk secangkir cappuccino. Tapi aku malah membagi-bagikan susu murni gratis.

Aku jadi merasa bersalah.

"Pesanan saya sudah jadi belum" tanya gadis itu lagi. "Saya menunggu dari tadi."

Tak lama setelah ia mendapatkan pesanan cappuccino-nya, ia kembali lagi ke bilikku. "Oh ya, Mas, ini bayar yang tadi. Sori ya tadi saya marah-marah, saya cuma lagi sial aja hari ini. Sori Mas sampe kena getahnya," ucapnya tersenyum ke arahku. Wajah ketusnya tadi sudah sirna. Senyumannya itu begitu lugu. Seperti senyuman anak kecil yang dihadiahi kado coklat. 'Sebenarnya kamu tidak usah minta maaf ke saya, karena saya yang salah...'. Tapi kata-kata itu tidak keluar dari mulutku.

"Iya, Mbak." Lalu kuberikan uang kembaliannya.

Kuamati gadis itu hingga keluar kantin. Jujur, aku belum pernah mendapatkan permohonan maaf dari para pembeliku. Aku tak pernah mengharapkannya sih, meskipun mungkin para pembeliku pernah berbuat kurang ajar padaku. Kurang ajar sih tidak juga, tapi yah... setidaknya aku tidak pernahlah mendengar ada seorang pembeli yang minta maaf kepadaku sebagai seorang pedagang. Kecuali dari gadis itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun