Banyak dari teman-temannya yang merasa terjebak karena mereka merasakan bahwa jurusannya salah. Ada anggapan dari mereka "yang penting kuliah aja", sehingga esensi dari keilmuan yang diterimanya terkesan menjadi mubazir.
"Dunia pendidikan kita ini sedang tidak baik-baik saja. Tapi dimananya ya?" batinnya juga di dalam keheningan malam di saat dirinya terjaga.
Bunga  seharusnya sudah hidup enak dengan kekayaan Papanya yang bekerja di perusahaan minyak multinasional, tapi lingkungan sosialnya selalu membuatnya resah.
Dia dijuluki "Sang ratu" oleh teman-teman sekolahnya, karena segala fasilitas sudah didapati dengan gampang, apalagi ia pun hanya dua bersaudara, sama seperti Matahari, hanya saja kakaknya yang lelaki.
Raffles, kakaknya, bekerja di Jepang sebagai tenaga proseional di bidang IT, masih bujang, pasti makin terbayang tingkat kesuksesan keluarga mereka.
Papa dan mamanya ingin Bunga sekolah di luar negeri pula, tapi Bunga merasa, kuliah di negeri ini jauh lebih baik, meski ia menyadari adanya kesalahan di dalam sistem pendidikan di Indonesia, entah apa.
Dengan keresahan yang sama itulah, ketika tanpa sengaja Bunga dan Matahari dipertemukan di acara LDK, rasanya ada hal-hal yang satu getaran.
Dan tanpa sengaja, mereka bertemu ketika sedang sama-sama menunggu bus di sebuah halte, yang ternyata tidak lewat karena kabarnya sedang terjadi tawuran antar pelajar.
"Kamu dah lama di sini?" tanya Matahari
Bunga tersenyum dan menjawab santai, "Ya tinggal nunggu lumut pada numbuh aja ini,"
Matahari kemudian spontan melihat ke sekujur tubuh Bunga.