"Jidat lo sama kayak pantat bohay gue, anget." Susan seperti puas meledek.
"Tapi kan beda bau," Matahari masih saja membalas dengan cerdas dan tangkas.
"Au ah, gelap."
"Katanya RA Kartini, Habis gelap terbitlah terang," jawab Matahari lagi.
Dengan bercanda, Susan mencopot sendal rumahnya,"Lu ngoceh lagi terbang nih,"
Matahari kabur ke dalam kamarnya, Susan tertawa. Tapi tak lama kemudian Matahari menyembulkan wajahnya di dinding kamar dengan wajah kocak.
"Hebat bisa terbang, punya sayap ya,"
Swiiinggg...wuuuuss....plak! Sendal mendarat indah di jidat Matahari.
Begitulah adik kakak ini, keharmonisan bagi mereka adalah dengan tak putus-putusnya bercanda setiap hari. Dan jika sudah bercanda, seperti tak ada batas, kadang membuat orang yang melihatnya sedikit was-was.
Sejak lulus SMA Matahari memang lebih nyaman tinggal bersama Susan yang sebenarnya tinggal tidak begitu jauh dengan perumahan tempat orang tuanya tinggal.
Matahari malas jika tinggal di rumah, Papanya selalu cerewet supaya dia meneruskan usaha bengkel motornya. Alasannya simpel, Matahari adalah anak lelaki semata wayang. Namanya anak laki pasti suka dan mengerti otomotif. Sungguh fitnah yang keji!