Matahari nyaris menjadi anak manja karena ia masih tergolong anak bontot, Susan adalah kakaknya yang paling cantik, dan mereka dua bersaudara yang cukup kompak. Susan yang sudah menikah, baru mempunyai anak satu dan suaminya adalah seorang Pengacara yang kondang.
Kalau dipikir-pikir, dan itu sering dijadikan candaan garing oleh Matahari, profesinya dengan Wawan sang Kakak Ipar, sebelas dua belas seperti dirinya.
"Profesi gue sama Bang Wawan kan sama, kak. Mirip. Sebelas dua belas lah," Matahari membuka candaan garing itu.
"Sama? pala lu bau menyan," ledek Susan yang paham kalau adiknya bercanda garing seperti itu, pasti ada maunya.
"Ya mending bau menyan lah daripada bau tokai," balas Matahari, "Lo nggak nanya, miripnya dimana?"
"Nggak, ngapain?" jawab Susan mematahkan impian Matahari supaya dapat
punch line jokes."Gue jawab sendiri deh. Berita di TV kan kalo nyiarin peristiwa juga nggak pernah minta persetujuan penontonnya kan?" Matahari sampai segitunya pingin nge-jokes.
"Terserah lo," jawab Susan cuek.
"Gue kan Pengacara kondangan, pengangguran banyak acara yang sering kondangan," ucap Matahari pantang menyerah.
Krik..krik..krik.. kriukkkk...hening dan garing...
Susan pun memegang jidat Matahari, kemudian tangan yang bekas memegang jidat itu ditaruh di pantatnya.