Oleh karena itu dianggap sebagai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, maka eksekusi jaminan-jaminan tersebut tidak melalui prosedur gugatan perdata. Hal ini lebih cepat karena tidak memerlukan pemeriksaan perkara dan putusan, serta tidak mengenal upaya hukum banding dan kasasi, serta peninjauan kembali. Pemegang hak kebendaan tersebut dapat langsung mengajukan permohonan eksekusi kepada KPN.
Dasar hukumnya Pasal 1156 KUH Perdata menyebutkan, dalam segala hal, bila debitur atau pemberi gadai lalai untuk melakukan kewajibannya, maka debitur dapat menuntut lewat pengadilan agar barang gadai itu dijual untuk melunasi utangnya beserta bunga dan biayanya. menurut cara yang akan ditentukan oleh hakim, atau agar hakim mengizinkan barang gadai itu tetap berada pada kreditur untuk menutup suatu jumlah yang akan ditentukan oleh hakim dalam suatu keputusan, sampai sebesar utang beserta bunga dan biayanya.
Pengadilan dengan cara alternatif, yaitu kreditur dapat menjual objek jaminan dengan perantaraan kantor lelang atau dengan menjual secara di bawah tangan dengan persetujuan dengan debitur dengan syarat dapat di peroleh dengan harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Penyelesaian utang piutang salah satunya melalui kepailitan.
Kepailitan merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa utang piutang. Lembaga ini bukan untuk penyelesaian utang seorang kreditur melainkan untuk kepentingan sejumlah kreditur. Dengan dijatuhkannya putusan pailit maka kreditur-kreditur lainnya dapat beramai- ramai mengajukan tagihan utangnya. Syarat-syarat seorang debitur dapat dinyatakan pailit oleh pengadilan berdasarkan Pasal 2 UU No. 37 Tahun 2004 adalah debitur mempunyai minimal dua orang kreditur dan sedikitnya satu utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih tidak dibayar lunas.
Penyelesaian utang dengan kepailitan berakibat semua harta benda si pailit dalam keadaan disita oleh pengadilan dan yang bersangkutan tidak dapat mengurus kekayaannya karena sudah diurus oleh kurator sampai proses kepailitan berakhir termasuk pemberesan seluruh utang utangnya. Perjanjian utang piutang, kepailitan dipandang oleh sebagian orang sebagai lembaga yang cukup kejam karena istilah pailit mengandung konotasi negatif dan sering diartikan se bagai keadaan bangkrut.
Permohonan sita jaminan barang yang dibebani hak kebendaan, dalam gugatan utang piutang yang masuk ke pengadilan pada umumnya penggugat selain meminta agar tergugat dinyatakan melakukan wanprestasi dan dihukum untuk membayar pelunasan utangnya juga meminta agar pengadilan meletakkan sita jaminan terhadap barang-barang bergerak maupun tidak bergerak milik tergugat dengan alasan agar nantinya kemenangan penggugat tidak sia-sia.
Penggugat yang meminta sita jaminan kepada pengadilan terhadap barang-barang tergugat yang sudah dibebani hak kebendaan, sedangkan pembebanan jaminan untuk kepentingan utang penggugat. Maka penyitaan terhadap barang-barang tersebut dapat dilakukan tetapi tidak ada urgensinya. Jadi pemintaan sita jaminan tersebut merupakan tindakan yang berlebihan dan tidak banyak pengaruhnya dalam pembayaran utang.
Dalam melakukan transaksi utang piutang, pihak kreditur selalu menghendaki adanya pengembalian utang secara baik dan lancar. Untuk menjamin keamanan transaksi utang piutang, pihak kreditur akan meminta debitur menyediakan barang-barang miliknya sebagai jaminan. Perjanjian utang piutang pada umumnya dibuat dalam bentuk tertulis, untuk kepentingan administrasi perusahaan dan sekaligus sebagai bukti apabila terjadi sengketa di antara para pihak.
Akan tetapi, perjanjian utang piutang ini pada dasarnya dapat dibuat dengan bebas dalam bentuk lisan atau secara tertulis sangat tergantung pada iktikad baik para pihak yang berkepentingan. Penyelesaian sengketa utang piutang dapat dilakukan melalui pengadilan, sedangkan perjanjian berklausul arbitrase pengadilan negeri tidak berwenang mengadili sengketa utang piutang. Namun demikian. kreditur tetap dapat mengajukan permohonan pailit debiturnya ke pengadilan niaga sepanjang memenuhi persyaratan sebagaimana ditentukan undang-undang.
Referensi penting ini dilengkapi dengan sejumlah permasalahan faktual tentang perjanjian utang piutang yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Buku ini menjadi referensi penting bagi kalangan pelaku usaha (pebisnis), hakim, pengacara, dosen, mahasiswa, dan masyarakat umum untuk memahami seluk-beluk perjanjian utang piutang.
Kesimpulan