Penyelesaian utang piutang melalui pengadilan dapat dilakukan dengan sengketa wanprestasi yaitu bentuk pelanggaran perjanjian utang piutang, yang mana pihak kreditur sudah menagih utangnya dan debitur tidak dapat memenuhinya. Gugatan perdata utang piutang diselesaikan di pengadilan. Untuk perkara gugatan harus ada dua pihak yang bersengketa penggugat melawan tergugat. Pada dasarnya surat gugatan berisi tiga hal, yaitu:
- Para pihak yang berperkara
- Posita
- Tuntutan
Dasar tuntutan sendiri terdiri dari dua bagian, yaitu:
- Bagian yang menguraikan tentang kejadian-kejadian atau peristiwanya
- Bagian yang menguraikan tentang hukumnya.
Sehubungan dengan gugatan utang piutang, maka yang dapat dituntut oleh penggugat pada pokoknya, antara lain:
- Perjanjian utang piutang sah menurut hukum
- Perbuatan tergugat dinyatakan telah melakukan wanprestasi
- Tergugat dihukum untuk membayar utang ditambah bunganya
- Tergugat dihukum membayar biaya perkara.
Tuntutan tersebut satu dengan yang lainnya saling berkaitan karena dapat mengatakan perbuatan wanprestasi, maka perbuatan itu harus didasarkan pada suatu perjanjian yang sah.
Kemudian perkara gugatan diakhiri dengan putusan. Untuk mengajukan tuntutan menurut Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg mempunyai beberapa syarat:
- Ada surat autentik atau tulis tangan sebagai bukti
- Ada putusan yang sudah mempunyai kekuatan pasti
- Ada gugatan yang dikabulkan
Terdapat juga alat-alat bukti yang sah pada Pasal 1866 KUHPerdata, yaitu:
- Surat
- Saksi
- Persangkaan-persangkaan
- Pengakuan
- Sumpah
Selain ada alat-alat bukti, juga terdapat pengakuan, yaitu pernyataan tergugat yang diberikan di persidangan yang membenarkan dalil-dalil yang diajukan oleh penggugat. Pengakuan yang diucapkan dihadapan hakim akan menjadi bukti yang cukup untuk memberatkan orang yang mengaku tersebut, baik pengakuan yang diucapkan sendiri atau diucapkan oleh kuasa hukumnya. Pengakuan tergugat tidak selalu diucapkan secara lisan, tetapi dapat diajukan secara tertulis dalam jawaban terhadap gugatan.
Pada prinsipnya pengakuan yang telah disampaikan kepada hakim, tidak dapat ditarik kembali oleh tergugat. Pengakuan yang telah disampaikan mengikat pihak lawan di persidangan. Apabila pengakuan itu mudah ditarik kembali, akan mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam pembuktian. Penggugat akan merasa dirugikan dengan sikap tergugat.
Gugatan yang sudah diakui oleh pihak lawan tidak perlu dibuktikan lagi karena pengakuan itu sudah berarti membenarkan dalil gugatan dan pengakuan itu sendiri sudah merupakan salah satu alat bukti menurut undang-undang. Dalam gugatan wanprestasi atas utang piutang, apabila tergugat di dalam jawabannya mengakui pernah menerima utang dari penggugat dan membenarkan utang yang belum dibayar besarnya seperti yang ada di dalam gugatan penggugat.
Dengan pengakuan tergugat ini, pihak penggugat tidak perlu lagi mengajukan alat-alat bukti lain. Pengakuan mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Hakim di dalam mempertimbangkan putusannya dimulai dengan pertimbangan tentang apa yang diakui oleh tergugat. Jika sudah diakui seluruhnya, dinilai penggugat telah berhasil membuktikan seluruh dalil-dalil gugatannya.
Sejalan dengan urutan alat-alat bukti di atas, penggugat harus mengajukan alat bukti berupa surat. Surat sebagai alat bukti bentuknya hanya ada dua macam, yaitu surat yang berbentuk akta dan bukan akta. Untuk surat yang berbentuk akta dikenal ada dua macam, yakni akta autentik dan akta di bawah tangan.