Mohon tunggu...
Dila AyuArioksa
Dila AyuArioksa Mohon Tunggu... Seniman - Motto Lucidity and Courage

Seni dalam mengetahui, adalah tahu apa yang diabaikan -Rumi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Karpet Rayo untuak Amak

20 Juli 2021   04:13 Diperbarui: 20 Juli 2021   04:54 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Akhirnya Saidah dan Bungsu, mengenderai motor  menuju kampung sebelah, dengan perasaan was-was. Ada rasa yang tak bisa diutarakan untuk bertemu dengan Apak.
Saidah ambigu dengan perasaannya. Seorang anak yang membantin rindu dengan bapaknya sendiri. Bayangkan, Bungsu saja sangat jarang bertemu dengan Apak. Bisa diitung dengan lima jari tangan kanan manusia. Keputusan sepihak dari Apak yang ingin tinggal bersama Uni Elin. 

Melupakan tanggung jawabnya untuk membiayai sekolah Saidah dan Bungsu. Bergantung pada pangkal lengan dan bahu Amak yang banting tulang. Padahal Apak waktu itu seorang pekerja bangunan, yang dibayar dua kali lipat gaji Amak bekerja di sawah tetangga.


Diperjalanan Bungsu menarik rem dan sontak Saidah kaget berada dibelakang.

 "Manga Baranti?" (kok berhenti) ucap Saidah


"Apak tuh agak susah mancarinyo, jadi kito harus batanyo " (mencari Bapak itu susah, jadi kita harus bertanya ke orang lain)


Spontan Saidah turun dari motor. Melangkah mendekati wanita tua berkulit sawo matang yang fokus membolak balikan jemuran benih padi di tengah halaman. Orang Minang sebut "Manjamua Padi" adalah tradisi sebelum padi digiling ke penggigilan beras. 

Dibutuhkan halaman yang luas, dan terpal plastik sebagai alas.

 "Mak, numpang batanyo, ado amak mancaliak Pak Piliang " (mak,mau bertanya, pernah lihat pak Piliang)


Amak pun melihat Saidah dari ujung kaki sampai kepala"oo, kau Saidah anaknyo si Piliang yo, lah gadang se kau mah?" (kau, saidah anaknya si Piliangya, udah besar aja)
"iyo mak" (iya Mak) Saidah pun menyalami tangan amak


Amak menarik tangan Saidah dan membawanya duduk di bawah pohon kayu manis, daunnya begitu rimbun. Mereka berteduh dan duduk dikursi kayu bambu, dan beberapa daun yang menguningpun berguguran disepoi angin sembari mereka berdialog. Bungsu pun menepikan motor dan ikut duduk.

 "samanjak Amak kau bacarai jo apak kau Saidah, denai caliak, satahun koh Apak kalian baduo mode urang kehilangan aka" (semenjak perceraian orang tua kalian berdua. Bapak kalian seperti orang kehilangan akal sehat)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun