Pukul tujuh malam kemacetan belum juga terurai.Menurut berita yang aku dengar dari radio, proses evakuasi kecelakaan terhenti akibat hujan salju yang lebat.
Aku memilih mendengarkan musik untuk membunuh kebosanan. Sementara Ibu sibuk menyuapi roti lapis kepada Dani yang sudah bangun dari tidurnya dan sekarang tampak mulai bisa menerima keadaan macet seperti ini.
“Charlie. Tolong ambilin baju hangat Dani yang warnanya biru tua di dalem tas merah,” pinta Ibu sambil membereskan remah-remahroti lapis yang berceceran di jok. Dengan berat hati, aku mengambilkannya.
Suhu udara mencapai nol derajat langsung menyergapbegitu aku membuka pintu mobil. Dengan langkah cepat, aku kembali menaiki bakmobil yang kini sudah dipenuhi salju. Tas-tas perlengkapan juga kini sudahditutupi oleh butiran-butiran salju sehingga aku harus membersihkannya sebelummembuka tas. Karena pencahayaan yang kurang dan lupa membawa senter, membuataku agak kesulitan menemukan baju hangat milik Dani.
Setelah menggeledah hampir seluruh isi tas,akhirnya aku menemukan baju hangat tersebut. Pada saat aku membereskan isi tas,dari dalam hutan terdengar suara auman binatang. Apa itu suara harimau, tanyaku dalam hati. Aku terdiam sejenak untuk mendengarkan suara auman tersebut sekalilagi dan memastikan bahwa aku tidak sedang berhalusinasi. Dan suara menyeramkan tersebut terdengar lagi. Tapi kali ini terdengar lebih dekat dari sebelumnya!Aku memandang ke arah hutan yang sangat gelap. Tak terlihat apa-apa.
Tapi tiba-tiba terlihat beberapa pasang mataberwarna hijau dari hutan. Mata-mata tersebut sepertinya mengawasiku. Aku takbisa memastikan binatang apa itu. Tapi kemungkinan besar itu adalah binatangbuas yang sedang kelaparan di tengah musim dingin ini.
Aku buru-buru membereskan tas dan masuk ke dalammobil. Raut wajahku yang terlihat gelisah membuat Ibu bertanya, “Ada apa, Nak?”
“Liat ke dalem hutan, Bu,” jawabku gugup. Ibu melihat ke arah hutan dari tempat duduknya. Ibu mengernyitkan dahi dan berkata,“Nggak ada apa-apa. Emang tadi kamu liat apa?”
Belum sempat aku menjawab pertanyaan Ibu, tiba-tiba saja muncul seekor harimau yang langsung menaiki kap mesin mobil. Aku, Dani,dan Ibu kaget setengah mati. Harimau tersebut berdiri dan mengaum di depan kami. Lalu harimau tersebut memandang kami lekat-lekat. Memandang dengan raut wajah yang menyeramkan. Aku juga bisa melihat air liurnya menetes dari mulutnya yang dipenuhi gigi runcing.
Lebih parahnya lagi, harimau yang keluar dari hutan tak hanya satu ekor saja, tapi beberapa ekor dengan jumlah cukup banyak. Sepertinya mereka semua adalah satu koloni, pikirku. Sebagian besar harimau berdiri disamping mobilku dan memandang dengan tatapan mengancam. Beberapa ekor lainnya terlihat berdiri di samping mobil lainnya. Ada harimau yang juga berjalan ke arah jalur tengah dan menaiki atap sebuah sedan.
Situasi sangat mencengkam. Aku tak bisa berbuat apa-apa. Tak ada benda ataupun senjata yang bisa aku gunakan untuk mengusir harimau yang ada di atas kap mesin mobil. Salah satu harimau terlihat mulai memecahkan kaca jendela mobil yang berada di depan dan merusak body mobil. Harimau tersebut mencoba untuk menerkam orang yang ada di dalam mobil tersebut.