Cuaca yang cerah perlahan-lahan menjadi gelap. Arak-arakan awan mendung terlihat berjalan dari arah utara. Kilatan petir terlihat beberapa kali diantara awan-awan hitam tersebut. Angin mulai bertiup agak kencang. Kondisi seperti ini membuatku sedikit takut. Ya, aku paling takut dengan yang namanya badai dan petir.
“Macet apa ini, Bu?” tanya Dani memecah kesunyian. Ibu memandang lembut ke arah Dani dan berkata, “Ada kecelakaan, Nak. Sabar,ya.”
“Kecelakaan apa, Bu? Dimana kecelakaannya?”
“Kecelakaan mobil. Ibu nggak tau dimana kecelakaannya, Nak.”
“Jam berapa lancarnya, Bu?”
“Wah, Ibu kurang tau, Nak. Kamu sabar, ya.”
“Yah. Kelamaan nih, Bu.”
Dani mulai tidak sabar dengan kemacetan ini. Ia mulai rewel. Ibu mengusap-usap kepalanya sambil terus berusaha menenangkanDani. Ibu memberikan tablet PC kepadanya agar ia tidak rewel lagi. Setelah ituia kembali tenang dan asyik memainkan game.
Empat jam berlalu dengan percuma. Posisi mobil kamidan pengendara lainnya tak mengalami perubahan apa-apa. Masih di posisi yangsama. Hal yang berbeda adalah awan mendung yang kini sudah menggelayut dansesekali disertai kilat dan suara petir. Tampaknya sebentar lagi akan turun salju, pikirku.
Selama empat jam ini aku tidak melakukan apa-apa. Aku pasrah dengan kondisi lalu-lintas seperti ini. Sementara Ibu mendengarkanradio dari ponselnya berusaha mencari tahu bagaimana perkembangan prosesevakuasi kecelakaan maut tersebut.
“Yah baterainya habis!” seru Dani tiba-tiba dengan suara keras sampai membuatku dan Ibu kaget.