"Lalu, untuk apa kau kembali?" Yuda kembali menatap Elma.
"Asti."
"Asti?"
"Ya, rekanan kamu. Dua bulan lalu dia ke Den Haag, kan mengikuti sebuah seminar ekologi?
"Aku pun di sana saat itu, untuk sebuah pameran lukisan pada kampanye antieksploitasi satwa Greenpeace."
"Asti telah menceritakan segalanya, Yud. Kebetulan kami menginap pada hotel yang sama, pada kamar yang saling bersebelahan.
"Segalanya, Yud. Tentang keterpurukanmu, ....
"I`m sorry. Please, be brave."
Yuda menghela nafas. "Elma, ... Entahlah. Aku memang begitu terpukul. Kepergianmu yang tiba-tiba, begitu menyentakku. Toh kuakui itu pun adalah salahku. Aku telah menyia-nyiakanmu. Menelantarkan cintamu. Aku hanya memikirkan urusanku. Hanya mementingkan pekerjaan, mementingkan organisasi, proyek, ... Aku hanya mementingkan diriku sendiri. Hingga kaupun jenuh. Bosan. Kecewa. Dan ketika aku menyadari betapa berartinya dirimu dalam hidupku, kau telah memutuskan `tuk pergi.
"Memang akulah yang bersalah, El. Namun, bagaimanapun, bahwa benih cinta yang telah kau semai, tenyata kini bertunas bahkan berakar kuat di hatiku. Kalau akhirnya kau tak bisa mencintaiku, but, please, mulai sekarang mulailah untuk bisa mencintaiku. Setidaknya, karena ada benih yang sama yang pernah tumbuh pula di hatimu. Meski itu kering. Meski itu layu. Percayalah, dengan kau setia merawatnya, memupuknya, lambat laun benih itu pun akan tumbuh kembali."
"If I could, Yud. But, it`s over!