“Livi kayaknya ingin jadi polwan ya?”
“Bangeeet......” kata Vi dengan wajah ceria. Haryo tersenyum sambil menggeleng.
“Satu syarat sudah terpenuhi!” kata Haryo membuat Vi terhenyak.
“Syarat yang mana?”
“Mmmh.... mmmh.... “
“Ayo ngomong syarat yang mana?”
“Cantiiik...... ini syarat pertama jadi polwan. Cantiiiik.... hehe... “ kata Haryo seraya menyerahkan gambar tiga polwan cantik, kemudian sambil terkekeh-kekeh berlari meninggalkan Vi yang memerah wajahnya.
Vi tak hendak mengejar Haryo yang sudah melangkah ke luar ruangan, sementara ia harus mencatat buku yang akan dipinjamnya.
Malam hari usai belajar, Vi termenung.
Gambar tiga polwan cantik memang telah mampu menginspirasi dirinya untuk menjadi polisi. Perlahan ia mendesah. Ia masih punya gambar lain tentang polisi. Gambar salah satu bagian dari Akademi Kepolisian Semarang. Di depan salah satu ciri nomen klatur, Akademi Kepolisian, dengan barisan taruna-taruni yang menakjubkan.
Vi beranjak dari duduknya. Ia menyeret kursi di depan cermin lemari baju. Ia pandangi wajah dirinya di cermin. Akankah suatu saat aku bisa jadi seperti mereka.....? Gumamnya. Ia berfikir ibaratnya membangun sesuatu, ia harus memulai membangun pondasi. Sebagian telah ia lakukan. Latihan fisik. Vi memang hobby olah raga, terutama basket, jogging dan bersepeda. Membaca, hobby yang melatih refleks saraf otaknya untuk merespon stimulus yang datang. Nilai rapor, telah mulai dirintis dengan minimal rata-rata di atas 7. Nilai UN harus di atas 7 pula, ia telah memasang target dengan menanamkan optimisme yang tinggi. Syarat apa lagi?