“Livi yang Haryo kagumi sejak dulu ....sejak kelas X, Vi yang Haryo cintai ....”
Mata Vi terasa panas. Air matanyam engembang. Gadis itu benar-benar tak menyangka, pertemuan di Semarang telah memberinya harapan yang semula hampir terkubur. Haryo yang konsisten mengantar dirinya berprestasi dengan tak mengganggunya selama belajar.
Vi ingat benar ketika dulu Haryo pindah sekolah, ia pernah berucap dalam gumam “Kak Haryooo .... seandainya Kakak tahu, Vi mencintai Kakak.....”. Kini Haryo telah menyatakan rasa kagumnya, juga rasa cintanya. Namun ia masih belum bisa berkata-kata.
“Maafkan aku Vi .... jika Vi tidak berkenan, delete-lah gambar-gambar di tabulet ini. Terima kasih gambarini telah menemani aku selama dua tahun. Hapuslah Vi ..... hapus ....”
“Tidak Kak, tidak perlu dihapus. Simpanlah jika Kakak suka .....”
“Suka... suka, akan aku simpan. Bersama senyum Vi? Boleh ya?”
“Yah.”
“Alhamdulillah Viiii....bener ya Vi ..... “ kata Haryo sambil mengulurkan tangan mengajak salaman. Gadis itu perlahan menerima uluran tangan Haryo.
“Vi .... jadi apapun kelak Vi nantinya, buatkan masakan untuk Haryo .... ya?”
“Insya Allah.....”
Vi melihat betapa bahagia wajah Haryo. Bagi dirinya, rasanya tak kuasa untuk menyatakan cinta kepada pemuda itu saat ini. Vi, gadis yang cukup bisa menjaga diri untuk mengucapkan sekedar kata cinta.Yang paling penting, Haryo adalah pemuda yang cerdas, yang bisa menterjemahkan kata-kata, yang di dalamnya terdapat ungkapan cinta. Dan Haryo tahu, Vi juga mencintai dirinya. ***