Pukul setengah lima sore terdengar peluit panjang.
Latihan usai. Livia berjalan gontai kepinggir lapangan. Ketika bermain basket tadi, kelihatan energik. Namun kali ini tampaknya tenaganya habis. Maklumlah, ini adalah latihan terakhir untuk menghadapi turnamen dua hari mendatang. Biarpun ia masih kelas X, tetapi kemampuannya cukup menarik pembina untuk dimasukkan ke dalam tim, walaupun masih sebagai tim pelapis.
Vi, demikian gadis itu biasa dipanggil, mengeluarkan handuk kecil. Tangannya mengelap wajah yang basah oleh keringat secara perlahan. Setelah itu air mineral di dekatnya ditenggaknya beberapateguk.
“Vi!” ada suara memanggil. Gadis itumenoleh.
Dari luar pagar kawat, seorang pemuda tanggung tersenyum sambil kedua tangannya memegang ram kawat. Wajahnya ditempelkan di ram tersebut.
“Apa Kak?” tanya gadis itu ke kakak kelas yang duduk di kelas XI.
“Capek ya?”
“Enggak.”
“Mau aku antar?”
“Nggaak... aku bawa motor!”
“Mudah-mudahan motornya mogok!”