“Persetan! Hup!” pemuda kedua berusaha mengejar seraya menjulurkan tangannya ke depan. Zaniar merendahkan tubuhnya.
Rupanya pernyataan maaf Zaniar tidak digubris. Merasa serangannya dapat dihindari, pemuda itu semakin emosional. Kemudian merangsek membabi buta. Zaniar hilang kewaspadaan tidak sadar bahwa ia berdiri membelakangi pemuda pertama.
Des! Telapak kaki pemuda pertama menghajar punggung. Beruntung terhalang tas punggung. Namun tak urung Zaniar terhuyung juga. Dari depan satu orang telah menghadang dengan pukulan. Namun waktu seperempat detik masih dapat digunakan Zaniar untuk menghindari sambaran tangan itu.
Terbebas dari posisi tertekan Zaniar mengatur nafas. Punggungnya terasa sakit hingga sedikit menyesak ke dadanya. Namun ia tak ingin hal itu diketahui dua pemuda yang kini berada di hadapannya. Zaniar menahan nafas, kemudian dikeluarkan perlahan dengan penuh konsentrasi untuk mengurangi rasa sesak.
“Hey cewek! Kamu berani kurang ajar ya!”
“Siapa yang kurang ajar? Bukannya kalian yang kurang ajar?”
“Eh, berani juga kamu ya!”
“Bukannya saya sudah minta maaf. Tapi sepertinya kalian tidak mengerti bahasa saya … iya begitu?”
“Maksudnya apa?”
“Tidak mengerti bahasa saya!”
“Iya maksudnya apa?”