Mohon tunggu...
Dicky Zulkifly
Dicky Zulkifly Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku hanya seorang pembelajar, yang tidak tahu apa-apa. Tugasku mengetahui banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengajak Desa Berlari

28 Agustus 2015   03:12 Diperbarui: 28 Agustus 2015   03:12 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis tahu betul seluk beluk permasalahan desa, karena secara emosional kepribadian, penulis dilahirkan dan didewasakan di desa. Desa membutuhkan pemimpin yang inovatif dan bisa mengajak desa berlari.

Desa merupakan tombak negara. Mengapa, alasan ini memang perlu dipaparkan mendetail. Pertama, desa sebagai mesin negara. Dimana segala bentuk administrasi kependudukan, lumbung ketahanan pangan, data warga miskin, daftar kelahiran, sampai kematian dimulai dari desa.

Namun bagaimana jika tombak itu tumpul? Ini merupakan pertanyaan yang harus ditarik benang merahnya dari realitas desa saat ini. Karena bagaimana negara bisa membidik sebuah kemajuan, jika desa selaku tombak dan awal penggerak kemajuan tidak diasah kemampuan SDM, SDA, infrastruktur sampai suprastrukturnya.

Masyarakat desa memiliki kultur defensif, yang memang sudah menjadi kodrat bawaan. Mengapa, karena desa memiliki banyak kekayaan alam. Dengan sifat masyarakat yang mayoritas menggantungkan hidup pada kekayaan alam sekitar.

Dari mulai pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan sampai ketersediaan energi dan sumber daya mineral. Semuanya merupakan bagian dari ruh dan persenyawaan masyarakat desa untuk menyambung hidup dari hari ke hari.

Ada masalah baru. Mengapa angka pengangguran di desa cukup terbilang tinggi? kian hari semakin tinggi? Ini disebabkan karena segala bentuk penunjang hidup masyarakat desa sudah tergadaikan bahkan mungkin terjual. 

Karena alam sekitarnya sudah tidak lagi bisa menjamin, tak salah masyarakat desa melakukan ekspansi, mencari daya penutupan kebutuhan hidup keluar.

Diakui atau tidak, kultur dan kualitas pendidikan masyarakat desa masih di bawah standar. Kita lihat, data di pemerintahan desa, berapa persentase masyarakat yang lulus dari jenjang satuan pendidikan dasar, menengah, sarjana, pascasarjana, doktor sampai profesor.

Masyoritas semua stagnan di tatanan pendidikan dasar dan hanya sebagian yang lulus pendidikan menengah. Ironis. Seharusnya desa melahirkan banyak profesor, insinyur dan sarjana-sarjana kompeten.

Hal ini juga turut tidak diimbangi dengan kualitas SDM di tatanan pemangku kebijakan pemerintahan desa. Masih terlihat banyak sekali para kepala desa yang berstandar pendidikan lulusan SMA, atau bahkan SD.

Padahal, kepala desa itu haruslah kompeten, kredibel dan memiliki kualitas. Baik kualitas jasmaniah dan ruhaniah. Mengapa? Karena seorang kepala desa harus mengasah terus tombak agar tetap tajam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun