Mohon tunggu...
Dicky Zulkifly
Dicky Zulkifly Mohon Tunggu... Jurnalis -

Aku hanya seorang pembelajar, yang tidak tahu apa-apa. Tugasku mengetahui banyak hal.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Mengajak Desa Berlari

28 Agustus 2015   03:12 Diperbarui: 28 Agustus 2015   03:12 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berapa persentase tingkat pendidikan antara lulusan sekolah dasar, menengah, akhir dan perguruan tinggi di desa. Kebanyakan memang, bukan saja menyangkut masyarakat umum di desa yang berstatus pendidikan rendah, tetapi juga ditemui masih banyak pejabat sampai aparatur pemerintahan desa yang masih berpendidikan alakadarnya.

Bukan berarti menjadi alasan diskriminasi sosial, dengan mengedepankan kualitas pendidikan. Karena memang sejauh ini masih bisa di-iyakan, jika manusia yang beradab dan beretika itu tidak mesti muncul dari jebolan bangku pendidikan semata.

Tetapi, manusia memiliki potensi ganda, antara kebaikan dan keburukan, kepintaran dan kebodohan, kebajikan dan kejahatan sampai perilaku moral dan immoral.

Maka, alasannya sudah berbeda, manusia perlu mendapatkan arahan dari manusia lain yang lebih memiliki keluhuran budi dan ketajaman intelektual. Disini, berbicara manfaat ilmu bagi laju ayuhan peradaban.

Manusia disebut insan kamil tatkala pemikirannya terlatih dan diperuntukan bagi kegunaan hidup yang mashlahat. Sudah pasti manusia perlu dididik dan mendidik. Sehingga segala bentuk praktik kehidupan mulai dari sosial politik, penegasan hukum sampai pembangunan benar-benar berada dalam koridor moral.

Hal yang masih bersifat krusial, dan menjadi masalah sentral, sejauh ini masyarakat desa masih mempercayai hal-hal dan perilaku yang bersifat tradisional "kolot" sebagai cara efektif menyelesaikan berbagai persoalan hidup.

Pola pertanian masih mengikuti teknisan peninggalan para "leluhur" dan "nenek moyang" yang bukan saja hanya dianggap sebagai ritualitas, tetapi penunjang keselamatan dan hasil panen. 

Masyarakat desa yang seperti ini, tentu akan terjebak dalam perkembangan alam dan zaman. Garis bawahi, jika secara kajian dan penelitian ilmu meteorologi, klimatologi dan geofisika, jelas unsur-unsur pembentuk alam mengalami fase perubahan-perubahan beriringan dengan waktu.

Konklusinya demikian. Maka sudah pasti, jika caranya serba tradisinonil, masalah gagal panen akibat kekeringan dampak kemarau panjang akan menjerat kesejahteraan para petani dan masyarakat keseluruhan.

Krisis pangan, sayur mayur komoditas hortikultura harus serba beli, produk-produk ini seharusnya tersedia secara melimpah di desa. Saat ini, untuk membuat sambal dan mendapat lalaban harus pergi ke pasar dengan jarak tempuh yang jauh dan dengan harga yang jauh lebih mahal.

Ini masalah yang tanpa sadar menjerat kehidupan masyarakat desa. Konsep kemajuan yang dibangun selama ini ternyata kurang tepat. Melalui kemajuan zaman, masyarakat desa seharusnya bisa lebih memaksimalkan potensi. Bukan seperti saat ini, desa terjebak dalam kubangan propaganda globalisasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun