"Adik di diagnos tifus dan harus menjalani rawat inap. Tapi ibu tidak punya cukup biaya. Yasudah akhirnya ibu memilih agar adik di rawat di rumah." Jawab ibu menitikan air mata.
Sebenarnya aku tidak tega melihat ibu menangis. Ia sudah susah payah mencari nafkah, tapi itu belum cukup untuk memenuhi kebutuhan kami. Apalagi situasi seperti saat ini, ia pasti terpukul. Satu sisi ia harus mengobati adik yang sedang sakit, tapi di sisi lain ia juga tak tak bisa memilih untuk menjalani rawat inap karna memang tidak ada biaya.
"Astaga ibu, kenapa nggak bilang sama Nadine?" Tanyaku sambil memeluk ibu.
"sudah lah nak. Kamu fokus kuliah yang benar. Ini tanggung jawab ibu, biar ibu yang menanggung."
"Ibu tenang saja." Aku melepas pelukan ibu dan segera mengambil amplop di dalam tas ranselku.
"Ini bu." Aku menyodorkan amplop bewarna kepada ibu
"Apa ini?" Tanya ibu terheran-heran.
"Sedikit uang barangkali bisa membantu membayar baiya penginapan adik selama di rawat."
"Enggak nak." Ibu mengembalikan amplop kepadaku.
"Ini uangmu, hasil kerjamu untuk biaya kuliah. Sudah, urusan adik biar ibu saja memikirkan. Ini simpan lagi."
"Ini ibu ambil" Menyodorkan amplop ke ibu