Termasuk beberapa keputusan yang diambil. Meskipun tidak sering diucapkan, tetapi beberapa hal membuat saya mengambil pelajaran bahwa nasihat ayah adalah, "karena keputusannya sudah diambil, maka kamu harus siap dengan segala risiko yang mengikutinya."
Itulah kenapa, sampai usia dewasa seperti sekarang, belum pernah sekalipun ayah mencampuri urusan anak-anaknya. Meskipun saya tahu, ada jutaan resah dan rasa khawatir di dalam hatinya yang tidak pernah lepas tentang anak-anaknya.
Sekarang, saya sudah terbiasa mengambil keputusan-keputusan besar dengan cepat. Bahkan beberapa orang mencibir jika saya ini terlalu sembrono dalam mengambil keputusan. Tidak terkecuali untuk hal-hal yang paling prinsip, semisal urusan pekerjaan dan keputusan-keputusan hidup yang tak kalah penting lainnya.
Dulu, sempat saya berhenti dari pekerjaan sebagai seorang guru demi menyelesaikan kuliah pascasrjana. Orang-orang menyayangkan keputusan saya, karena saat itu saya sudah tercatat sebagai guru profesional dan mendapatkan tunjangan profesi.
"Bodoh, kamu! Orang lain itu sangat ingin seperti kamu, mendapatkan tunjangan dari pemerintah dan kamu melepaskannya begitu saja?" ucap seorang teman pada saya ketika tahu saya melepaskan hal tersebut begitu saja.
Lantas, ketika saya kembali bergabung di dunia pendidikan dan mendapatkan posisi sebagai kepala sekolah di yayasan yang terbilang besar, orang lain mengira saya bisa hidup enak berkecukupan dari honor besar yang diberikan yayasan serta tunjangan profesi yang ternyata masih rejeki dan bisa aktif kembali.
Namun nyatanya batin tetap tidak bisa dibohongi. Cita-cita saya dari kecil pun ternyata masih melekat di dalam diri.
Dunia yang justru diluar apa yang saya geluti dan jelas-jelas menjadi profesi, malah tidak seluruhnya saya nikmati. D*mn, saya ingin berhenti. Sesuatu yang tidak diiringi dengan hati benar-benar memberikan beban tersendiri dalam menjalani hari-hari.
Dulu, ketika saya sangat ingin kuliah mengambil jurusan jurnalistik, mama meragukan anak perempuannya dan bertanya, "Mau jadi apa, perempuan jadi wartawan? Apa tidak sebaiknya ambil jurusan kegurauan?" untuk pertama kalinya saya merasa bahwa mama tidak lagi main-main dalam mengutarakan sarannya kepada saya.Â
Akhirnya saya masuk ke jurusan pendidikan; mengambil jurusan PGRA/TK, Pendidikan Agama Islam dan melanjutkan Pascasarjana di jurusan yang sama.
Senang? Tentu saja. Alhamdulillah masa-masa kuliah saya nikmati dengan suka cita. Saya bertemu orang-orang hebat, para pembicara andal, para aktivis kampus yang pinter orasi, orang-orang kritis yang pintar menganalisa, dan dosen-dosen yang super disiplin.