Alia berdiri memegang pistol di balik pintu kamar dengan tatapan penuh dendam.
"Al, jadi kamu penyebabnya. Ayo lah, Al... jangan lakukan ini kepada istriku." Julian memohon.
"Kamu masih mencintai istrimu? Bilang di depanku sekarang dengan lantang! Cepat!" mata Alia semakin beringas.
Perlahan, Julian mengangguk, "iya, Al, aku masih mencintainya."
Mata Alia makin berapi-api. Ia tidak bisa menerima jika Julian mengatakan hal itu. Hatinya dibakar api cemburu bercampur dengan rasa dibohongi dan dpermainkan. Semua bercampur aduk dalam dadanya.
"Biarkan istriku turun ya, Al, aku mohon..."
"Aku tidak akan membiarkannya hidup, Julian. Karena jika kamu tidak menjadi miliku, maka kamu tidak boleh dimiliki siapapun!" Suara Alia bergetar namun keras penuh dengan kemarahan.
"Kamu yang datang merebut suamiku, perempuan kurang ajar!" istri Julian berteriak keras, ikut angkat bicara.
"Dor!" suara tembakan terdengar diikuti dengan bunyi 'gedubrak' kursi tempat istri Julian berdiri. Tubuh istrinya menggantung di tali tambang, sementara dadanya berlumuran darah. Sebuah peluru milik Alia bersarang di sana.
Tubuh Julian bergetar, tangannya mengepal. Siap mendartkan tinju. Kemarahan dan rasa menyesal berkumpul di kepala. Geram.
Ia berlari ke arah Alia yang masih berdiri memegangi pistolnya. Suara tembakan meletus lagi, namun tidak mengenai siapapun.