"Aku, sebenernya aku udah punya pacar, itu dia!" katanya sambil menunjuk perempuan yang berdiri jarak satu meter disamping kita. Aku tersontak melihatnya.Â
Aku membuang muka ke arah yang lain sambil menahan air mata yang akan jatuh. Tapi terlambat, air mataku sudah jatuh. Apa? Pacar! Dia jahat, dia membuat hatiku patah. Aku mencoba mengusap air mata. Aku berbicara padanya.
"Aku butuh ngomong sama kamu, tapi aku gak mau disini. Kita turun dan kita bicara di bawah. Please." kataku sambil berlari membawa tas dengan tergesa-gesa. Aku acuhkan perempuan itu, tidak peduli jika ternyata dia adalah teman kampusku, teman kantorku, bahkan teman sekolahku dulu aku tidak peduli.
 Aku sudah menunggu di bawah, di tempat yang lumayan sepi. Mungkin dia sedang berbicara pada pacarnya itu, dia meminta izin untuk menemui aku dan mungkin saja pacarnya melarang, makanya mereka sedikit ribut, mungkin. Ah itu, akhirnya dia datang dengan raut wajah yang amat sangat heran.
"Dev, aku mau nanya." kataku.
"Kenapa sih Ta? Kenapa kamu kayak gitu?"
"Sebenernya kita itu apa?" situasi lengang sejenak. Aku melanjutkan. "Dengerin baik-baik. Kamu tau? Kita udah jadi temen deket selama sepuluh tahun. Aku udah kenal sama keluarga kamu, kamu pun begitu. Dulu, kamu pernah bilang ke aku kalau kamu gak mau kehilangan aku. Setiap tahun aku nanya sama kamu 'sebenernya hubungan kita itu apa?' tapi kamu selalu jawab 'nanti kamu akan tau'. Aku bingung sama semua ini. Aku pikir kamu bakal serius sama aku karena kita kenal sejak SMA, kita tidak kenal sejak kecil Dev. Kalau aja kita kenal dari kecil, wajar saja kalau begini akhirnya!"
"Ta.. Aku minta maaf. Aku pikir kamu udah punya pacar selama ini."
"Aku gak mungkin punya pacar disaat posisi aku terikat gini sama kamu. Kamu yang selalu nanyain kabar aku, selalu jemput, selalu menelepon, kamu pikir aku bakal tega gitu kalau aku punya pacar tapi aku seolah-olah selingkuh sama kamu? Enggak Dev, aku juga punya hati!" kataku sambil membuang muka ke arah yang lain.
"Ta, tapi aku akan melamar dia."
Aku terdiam mendengarnya, semakin patah hati ini. Guliran air mata jatuh membasahi wajahku, jatuh membasahi pakaianku. Aku tidak tau kalau dia akan bertindak seperti itu. Aku pikir dia sama rasanya denganku, menjaga hati sampai siap untuk bersatu. Tapi tidak, dia lebih memilih perempuan lain untuk menjadi pasangannya.