Psikologi narsis sering dikaitkan dengan berbagai macam masalah mental dan emosional, seperti gangguan kepribadian narsistik, depresi, kecemasan, dan ketidakstabilan emosional. Namun, dengan pengobatan dan dukungan yang tepat, orang yang mengalami narsisisme dapat memperbaiki kualitas hidup mereka dan belajar untuk berinteraksi dengan orang lain secara sehat dan bermakna. (Twenge, J. M., & Campbell, W. K. (2009)
Beberapa studi psikologi telah mencoba untuk menganalisis faktor psikologis yang mendorong keinginan seseorang untuk melakukan flexing dan image crafting di media sosial. Berikut adalah beberapa referensi yang dapat dijadikan acuan:
Chen, G. M. (2016) dampak self presentation yang mendorong pola flexing menunjukkan bahwa impresi-impresi penggunaan media sosial untuk melakukan flexing dan image crafting dapat berhubungan dengan kebutuhan akan pengakuan dan perhatian sosial, pengaruh budaya populer, dan konsep diri yang diinginkan. Hal ini terkait dengan teori self-presentation dan impression management yang menunjukkan bahwa individu cenderung memperlihatkan diri yang lebih baik atau ideal di hadapan orang lain.
Sementara yang mendorong pola image crafting  oleh Kim, J., & Lee, J. E. R. (2011) dalam artiklnya menunjukkan bahwa individu yang menggunakan media sosial untuk melakukan image crafting cenderung memiliki tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi. Hal ini dapat terjadi karena individu merasa lebih terhubung dan diterima oleh orang lain melalui citra diri yang dihasilkan di media sosial.
Sementara studi yang menunjukkan pola keduanya dipaparkan oleh Zhou, Z., Jin, X., & Vogel, D. (2010) yang  menunjukkan bahwa penggunaan media sosial untuk melakukan flexing dan image crafting dapat berhubungan dengan keinginan untuk membangun identitas dan citra diri yang positif di hadapan orang lain, serta kebutuhan untuk memperkuat hubungan sosial dengan teman-teman dan keluarga. Hal ini terkait dengan teori psikologi sosial tentang pengaruh sosial dan identitas sosial.
Dari ketiga referensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa keinginan untuk melakukan flexing dan image crafting di media sosial dapat dipengaruhi oleh kebutuhan akan pengakuan sosial, kepuasan diri, dan hubungan sosial yang diinginkan. Hal ini terkait dengan teori-teori psikologi sosial dan self-presentation yang memperlihatkan bagaimana individu cenderung membangun identitas dan citra diri yang positif di hadapan orang lain.
Solusi terkait Dorongan Perilaku Flexing dan Image Crafting
Untuk mengatasi fenomena flexing dan image crafting di media sosial, diperlukan pendekatan yang holistik dan melibatkan berbagai pihak. Beberapa solusi yang dapat dilakukan antara lain:
- Pendidikan tentang penggunaan media sosial: Pendidikan tentang penggunaan media sosial dapat membantu individu memahami dampak dari flexing dan image crafting di media sosial serta memperkuat kesadaran akan kebutuhan akan privasi dan autentisitas.
- Mendorong penggunaan media sosial yang positif: Pihak-pihak yang terkait dapat mendorong penggunaan media sosial untuk kepentingan yang positif, seperti untuk tujuan edukasi, berbagi informasi, atau membangun komunitas.
- Membuat regulasi penggunaan media sosial: Regulasi yang jelas tentang penggunaan media sosial dapat membantu mengurangi penyebaran konten yang merugikan individu atau kelompok.
- Membangun kesadaran akan dampak psikologis dari flexing dan image crafting: Kesadaran akan dampak psikologis dari flexing dan image crafting dapat membantu individu memperkuat nilai diri dan membangun citra diri yang positif tanpa harus melakukan flexing atau image crafting.
- Menekankan pentingnya autentisitas: Menekankan pentingnya autentisitas dalam media sosial dapat membantu individu memahami bahwa citra diri yang positif tidak harus selalu bersifat glamor atau mewah, namun dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari.
Sesungguhnya, solusi yang tepat untuk mengatasi fenomena flexing dan image crafting di media sosial dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi sosial, budaya, dan faktor-faktor personal masing-masing individu. Oleh karena itu, solusi yang efektif dapat dihasilkan melalui pendekatan yang kolaboratif dan melibatkan berbagai pihak.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa fenomena flexing dan image crafting di media sosial merupakan fenomena yang semakin meningkat di Indonesia dan memiliki dampak yang kompleks pada individu dan masyarakat. Fenomena ini didorong oleh berbagai faktor, seperti tekanan sosial untuk tampil sempurna dan prestise, keinginan untuk diterima dan diakui oleh kelompok tertentu, serta pengaruh dari budaya konsumsi.