Media sosial menjadi salah satu dasar terjadinya fenomena flexing dan image crafting di Indonesia. Hal ini dikarenakan media sosial memberikan kemudahan bagi individu untuk menunjukkan identitas dan citra diri mereka kepada orang lain melalui foto, video, atau konten lainnya. Dampak media sosial, khususnya Facebook, terhadap kecemasan mengenai citra tubuh dan mood pada wanita muda.
Hasil penelitian Fardouly, J., dkk. (2015) menunjukkan bahwa semakin sering menggunakan Facebook, semakin tinggi kemungkinan seseorang merasa cemas terkait citra tubuh mereka. Selain itu, semakin sering melihat gambar-gambar foto yang menampilkan tubuh yang dianggap "ideal" oleh masyarakat, semakin tinggi kemungkinan seseorang merasa tidak puas dengan penampilan fisik mereka sendiri dan mengalami perubahan mood yang negatif.Â
Fuchs (2018) juga menyoroti peran penting media sosial dalam mempertahankan dan memperkuat ketidaksetaraan sosial, ekonomi, dan politik dalam masyarakat. Dia menekankan bahwa ketidaksetaraan dan kesenjangan sosial semakin terlihat di dunia maya, di mana individu dan perusahaan dapat "memperlihatkan" kesuksesan mereka melalui flexing dan image crafting, sementara orang-orang yang kurang beruntung terpinggirkan dan diabaikan.
Dalam hal flexing, media sosial memungkinkan individu untuk memamerkan kekayaan, status sosial, dan gaya hidup yang glamor dengan cara mengunggah foto atau video yang menunjukkan barang-barang mewah, tempat-tempat eksklusif, atau pengalaman yang jarang terjadi. Media sosial juga memungkinkan individu untuk menambahkan keterangan dan hashtag tertentu untuk memperkuat pesan yang ingin disampaikan.
Sementara itu, dalam hal image crafting, media sosial memungkinkan individu untuk membangun citra diri yang ideal melalui foto-foto selfie atau konten lainnya. Media sosial juga memungkinkan individu untuk menggunakan filter dan efek tertentu untuk mempercantik atau memperindah tampilan diri mereka, atau menggunakan caption yang menunjukkan kualitas positif atau prestasi yang dimiliki.
Alice E. Marwick (2013) menjelaskan tentang pengaruh media sosial pada citra diri, branding, dan publisitas di era digital. Bagaimana media sosial memungkinkan individu untuk mengelola citra publik mereka dan membangun merek pribadi, dengan mengunggah foto, video, dan status yang dapat menonjolkan aspek positif dari kehidupan mereka.Â
Dalam konteks fenomena flexing dan image crafting, menunjukkan bagaimana penggunaan media sosial dapat menjadi alat untuk membangun merek diri dan memperkuat citra publik individu.Â
Sebagaimana selebritas menggunakan media sosial untuk mempromosikan citra diri mereka dan membangun hubungan dengan penggemar, yang dapat memengaruhi persepsi masyarakat tentang mereka. Dimana, penggunaan media sosial pada citra diri dan branding, meniimbulkan risiko terjadinya pembentukan citra yang tidak autentik dan manipulatif, serta tekanan sosial untuk terus memperkuat citra positif di media sosial.
Namun, perlu diingat bahwa media sosial tidak sepenuhnya menjadi penyebab terjadinya fenomena flexing dan image crafting. Media sosial hanya sebagai sarana atau platform yang memungkinkan individu untuk menunjukkan identitas dan citra diri mereka secara luas kepada orang lain. Selain itu, faktor-faktor seperti budaya populer, tekanan sosial, dan ambisi karir juga dapat menjadi penyebab terjadinya kedua fenomena tersebut.
Konsep Dramaturgi dalam Kehidupan di Era Digital
Konsep dramaturgi sosial dalam kehidupan sehari-hari atau self prsentation. Goffman (1959) menekankan konsep-knsep pandangannya bahwa setiap individu memainkan peran dalam interaksi sosial mereka, dan bahwa setiap interaksi sosial dapat dipandang sebagai suatu pertunjukan di mana individu memainkan peran tertentu dan menampilkan citra diri tertentu.Â