Lama aku menunggu Reni menghabiskan kalimatnya, namun ia berhenti begitu saja.
"Dan dia kembali lagi,"sahutku. Dua bola mata indah itu memandangku. "Apa kau masih mencintainya, Ren?"Â
"Entahlah, Dim," Reni kembali memandang ke lantai cafe.
"Ren...dengar. Aku tak mengerti perasaanmu pada Alex. Tapi, perlu kamu tahu, aku mencintaimu, Ren,"oh, akhirnya kukatakan juga segala yang kupendam selama ini.
Reni tak tampak terkejut. Ya, mungkin ia tahu semua karena selama ini aku berusaha menunjukkan sikapku padanya. Ia memandangku sebentar, lalu kembali menundukkan kepalanya, menikmati coklat hangatku yang kini merasuki tubuhnya.
Apa pun itu, Ren. Aku akan terus memperjuangkan cinta ini. Aku tak akan perduli, siapa pun yang ada di hadapanku. Tapi, jika kau memilih masa laluku, maka aku pun akan mendukungmu....
Kudekatkan wajahku padanya, dan kucium pipinya yang lembut. Aku tak peduli ia akan menamparku atau tidak. Kulihat wajahnya menjadi cemberut, mulutnya mulai mengerucut, matanya membesar, kutinggalkan ia sendiri, dan aku berlalu ke arah meja barista membantu mereka yang sibuk melayani tamu.
Aku melihat dari jauh. Reni masih terdiam. Kemudian satu senyum simpul kulihat di wajahnya, dan kurasa aku menerima jawabanmu, Ren. Kau juga mencintai aku.....
RENI
Apa maksudnya? Ia menciumku lalu meninggalkanku. Manusia macam apa Dimas itu? Dasar tak tahu diri. Dan sekarang ia membiarkanku sendirian di sudut sofa ini.Â
Sungguh menyebalkan. Rasanya aku ingin....menamparnya?