Sebulan tanpa terasa telah berlalu. Mobil mewah Pramono tak pernah lagi muncul di halaman asrama. Martabak manis dan asin lebih sering dibawa Devi sepulang dari kantor. Ia telah menemukan yang hilang darinya. Ia kini memilikinya kembali. Bahkan lebih lengkap. Keluarga.
Bapak tak pernah kembali ke desa sejak kematian Dimas. Ibu Dimas sudah diceraikannya baik-baik. Diberinya uang dan perhiasan sebagai tanda perpisahan. Bapak kembali kepada cinta sejatinya. Ibu Jannah.
Nala kembali dengan rutinitasnya, tak banyak yang berubah. Badannya tambah gempal. Meski sekarang, ia lebih sering pulang diantar oleh seorang pemuda yang tak kalah gempalnya dengan Nala.
Lyn dengan kebahagiaan sederhananya, membuka satu kios lagi yang tak jauh letaknya dari kios Bu Jannah. Ia benar-benar menjadi Cici pemilik kios. Meskipun begitu, setiap sore tutup kios, ia tetap pulang ke asrama bersama Bu Jannah naik becak Pak Min.
Hanya Runi yang tak banyak berubah. Asrama itu tak banyak merubahnya. Ia tetap berbicara hanya pada hewan-hewan di sekelilingnya. Ia tetap menyayangi kecoa, ia bahkan memperhatikan setiap semut dan cicak yang ada di kamarnya, hanya saja buku bacaannya lebih banyak dari pada yang dahulu.
Sundari? Silakan pembaca tentukan sendiri.....
*Solo, harapan itu selalu ada bila kita percaya. Dan bila harapan itu terus ada, sepahit apa pun hidup, well it is not over.Â
Satu hal, bila seorang ibu memperkenalkan anak kepada dunia, maka ayah memperkenalkan dunia kepada anak.Â
Yes, it is not over, it is not over for your dream, for your job, for your family... it is not over. Have a nice day...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H