"Oh ya, Mas Raka sempat heran, mengapa Mbak Tini cuma pengen bikin tujuh buku? Padahal menurutnya Mbak Tini bisa bikin berpuluh-puluh buku dan semua pasti laris. Best seller."
Aku mengingatnya, delapan tahun yang lalu. Sebelum kujumpai Raka sedang berduaan dengan sahabat dekatku dalam kamar yang sama.
"Rama, suatu hari nanti, aku pasti bisa jadi penulis hebat. Aku akan menulis tujuh buku. Dan semua pasti jadi best seller."
Itulah terakhir kali Rakhyan mencium keningku, di suatu senja yang tak akan kulupakan.
Tanpa kuperdulikan Bo'ing, aku berlari ke ruang ICU. Kuhampiri bilik tempat Rakhyan dirawat.
{PS. writer : puter videonya, trus lanjutin baca ampe habis, jgn lupa kasih rating yha, tq}
Kulihat Rakhyan tergolek tak berdaya diantara tabung oksigen dan beberapa alat medis yang seakan membelitnya.
Di samping tempat tidurnya kulihat beberapa buku yang segera kukenali. Ya, enam buah buku. Semua karyaku.
Kupegang jemari tangannya. Kubisikkan lirih ditelinganya, "Hei, Rama, ini aku Shinta mu."
Kugenggam jemarinya lebih erat, seraya membisikkan kembali, "Rama, aku rindu, bangunlah...sudah enam buku kutulis untukmu. Dan aku masih rindu."
Sempat kulihat ada air mata mengalir dari mata Rakhyan yang masih terpejam.Â