Apa itu korupsi?
Korupsi berasal dari kata latin, yaitu corruptio atau corruptus yang berarti kerusakan, kejelekan, kebobrokan, dan ketidakjujuran. Sedangkan dalam bahasa Inggris dan Perancis, korupsi disebut dengan "Corruption" yang berarti menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan dirinya sendiri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), disebutkan bahwa pengertian korupsi adalah penyelewengan atau penyalahgunaan uang negara (perusahaan, yayasan, organisasi, dan sebagainya) untuk keuntungan pribadi dan lain-lain. Â Sedangkan dalam arti luas, korupsi adalah penyalahgunaan jabatan pejabat untuk keuntungan pribadi.
Pengertian Korupsi Menurut Para Ahli
Berikut ini adalah beberapa pengertian korupsi menurut para ahli, antara lain:
- Syed Hussein Alatas
Dalam buku Corruption and the Disting of Asia disebutkan bahwa tindakan yang dapat dikategorikan korupsi adalah penyuapan, nepotisme, pemerasan, dan penyalahgunaan kepercayaan atau jabatan untuk keuntungan pribadi.
- Robert Klitgaard
Pengertian korupsi adalah perilaku yang menyimpang dari tugas resmi suatu jabatan negara karena status atau keuntungan uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri, dan lain-lain) atau melanggar aturan pelaksanaan sejumlah perilaku pribadi.
- Jeremy Pope
Menurut Jeremy Pope, korupsi melibatkan perilaku pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri. Dimana, mereka secara tidak wajar dan melawan hukum memperkaya diri sendiri dan orang-orang terdekatnya dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan kepada mereka.
- Nurdjanah
Pengertian korupsi adalah istilah yang berasal dari bahasa Yunani yaitu corruptio yang berarti perbuatan yang tidak baik, buruk, curang, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, melanggar norma agama, mental dan hukum.
- Haryatmoko
Pengertian korupsi adalah suatu usaha untuk menggunakan kemampuan campur tangan karena kedudukannya menyalahgunakan informasi, keputusan, pengaruh, uang, atau kekayaan untuk kepentingan keuntungan sendiri.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa, korupsi adalah tingkah laku yang menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan negara karena keuntungan status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat, kelompok sendiri) atau melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa tingkah laku pribadi. Korupsi merupakan perilaku tidak jujur yang umumnya dilakukan oleh seseorang yang berkuasa, seperti pimpinan perusahaan atau pejabat pemerintah.Â
Korupsi dapat mencakup memberi atau menerima suap atau hadiah yang tidak pantas, transaksi ganda, transaksi di bawah meja, manipulasi pemilihan, pengalihan dana, pencucian uang, dan penipuan investor. Korupsi merupakan ancaman dan masalah penting yang dialami oleh banyak negara. Korupsi tidak hanya berdampak pada perekonomian, kehidupan masyarakat juga terkena imbas dari kejahatan ini. Kegagalan proyek, masalah kemiskinan, atau pengangguran adalah beberapa konsekuensi dari sifat rakus para koruptor.
Apa Makna Dari Kejahatan Struktural Korupsi  Dalam Perspektif Teori Strukturasi Anthony Giddens?
Korupsi merupakan realitas kejahatan yang tidak dapat dipisahkan dari struktur dan agensi manusia. Perspektif teori strukturasi menekankan hubungan dualitas antara agen dan struktur. Â Struktur mencakup aturan dan sumber daya dan sistem sosial dimobilisasi dalam ruang-waktu oleh agen sosial. Korupsi sebagai kejahatan struktural yang melibatkan struktur mikro dan struktur makro.
Pertama, korupsi adalah kejahatan yang terjadi karena kedangkalan (kelalaian/pembiasaan) yang motifnya adalah keserakahan, ketidakjujuran, kesombongan, kepicikan, kedangkalan pikiran dan kepuasan subjektif. Motif terbungkus dalam sistem produksi dan reproduksi aktivitas sosial yang dialektika. Kedua, korupsi ditopang oleh kondisi modernitas yang mengglobal akibat peristiwa-peristiwa seperti pemisahan waktu dan bumbu, berkembangnya mekanisme penyingkiran konteks lokal, dan perampasan pengetahuan secara refleksif. Agen adalah mereka yang memiliki nilai intervensi (efek) terhadap suatu tindakan korupsi.Â
Berbagai upaya pembenaran terhadap tindakan korupsi merupakan bentuk rasionalisasi tindakan oleh agen manusia sebagai makhluk yang kreatif dan refleksif. Motif mereka adalah untuk menghindari tanggung jawab moral dan hukum sosial. Perubahan sosial dapat dilakukan dengan 'deroutinisasi' struktur atau menjauhkan dengan pemantauan struktur secara refleksif sekaligus membatasi dan memampukan benih-benih korupsi yang melibatkan struktur signifikasi, dominasi, dan legitimasi dalam konstitusi masyarakat.
Teori struktural berasal dari kritik Giddens terhadap cara kerja strukturalisme dan fungsionalisme dalam memandang struktur. Salah satunya, apa yang dilakukan tokoh strukturalis Claude Levi Strauss memiliki implikasi yang luas bagi analisis terapan ilmu-ilmu sosial. Giddens mengkritik perspektif strukturalis sebagai penolakan skandal terhadap subjek. Â Misalnya, dalam memahami fenomena dalam masyarakat kapitalis, perhatian strukturalis tidak terfokus pada perilaku investor atau konsumen, melainkan pada logika internal kinerja modal, Â dengan kata lain strukturalisme merupakan bentuk dualisme (Giddens, 2008:335). Teori struktural bermaksud untuk mempermudah melihat dunia yang terstruktur dengan mengutamakan konsep agensi manusia.
Sistem sosial tidak memiliki struktur tetapi menunjukkan 'sifat struktural'. Â Sifat struktural ini hanya muncul dalam berbagai tindakan instan dan menjadi jejak memori yang mengisyaratkan banyak agen manusia yang memiliki memiliki pengetahuan (Giddens, 1984: 25). Â Sifat struktural yang muncul dalam totalitas reproduksi sosial oleh Giddens disebut sebagai prinsip struktural. Praktik sosial yang memiliki ekspansi spasial dan temporal terbesar di totalitas disebut sebagai 'lembaga' (Giddens, 1984: 16-17).
Hubungan dualitas struktur dalam reproduksi sosial dapat dipahami dengan adanya tiga tingkat kesadaran atau tiga dimensi internal dalam diri manusia, yaitu: kesadaran diskursif, kesadaran praktis, dan kognisi/motivasi bawah sadar. 'Motivasi bawah sadar' mengacu pada keinginan atau kebutuhan manusia yang memiliki potensi untuk mengarahkan tindakan, tetapi bukan tindakan itu sendiri. 'Kesadaran diskursif' mengacu pada pengetahuan tentang tindakan manusia yang dapat direfleksikan dan dijelaskan secara rinci dan eksplisit. Â
Adapun 'kesadaran praktis' adalah pengetahuan tentang tindakan manusia yang tidak selalu dapat diurai atau dipertanyakan lagi. Fenomenologi melihat area ini sebagai bagian dari klaster pengetahuan yang diasumsikan (dianggap sebagai pengetahuan yang diberikan) dan merupakan sumber 'keamanan ontologis'. Keamanan ontologis adalah keyakinan atau keyakinan bahwa alam dan masyarakat adalah kondisi seperti yang terlihat, termasuk parameter eksistensial dasar diri dan identitas sosial (Giddens, 1984: 375).
Kesadaran praktis ini adalah kunci untuk memahami bagaimana tindakan dan praktik sosial masyarakat secara bertahap menjadi sebuah struktur, dan bagaimana struktur tersebut membatasi dan memungkinkan tindakan/praktik sosial masyarakat. Giddens menyebutkan tindakan dan praktik sosial sebagai 'dunia yang ditafsirkan' (Giddens, 1976: 166). Â
Reproduksi sosial terjadi melalui pengulangan praktik-praktik sosial yang jarang dipertanyakan. Sebagai aturan dan sumber daya, struktur memiliki tiga klaster dimensional, yaitu: Pertama, struktur signifikasi yang tentang skema simbolik, makna, penyebutan, dan wacana. Kedua, struktur dominasi (domination) yang meliputi skema penguasaan terhadap orang (politik) dan barang/benda (ekonomi). Ketiga, struktur pembenaran atau legitimasi yang  tentang skema aturan normatif, yang terungkap dalam hukum (Giddens, 1984: 29).
Pertama : bahwa untuk berkomunikasi, seseorang membutuhkan sistem tanda dan kerangka interpretasi (sistem simbol, wacana/lembaga bahasa), sehingga ada struktur makna. Aktor sosial, dalam perilaku kehidupan sehari-hari mereka, secara aktif menghasilkan makna pada tingkat yang mereka berikan makna secara bersamaan mereka dipengaruhi oleh cara di mana makna-makna ini telah menjadi rutin dan direproduksi. Hal yang dapat dilakukan dan dikatakan bahwa masyarakat memiliki konsekuensi bagi struktur sosial. Individu memobilisasi sumber daya, keterampilan dan pengetahuan yang telah diperoleh dari interaksi sebelumnya. Praktik struktur sosial, sebagian selalu berakar pada pertemuan tatap muka, namun pertemuan tersebut tidak pernah terjadi dalam kehidupan nyata. Struktur adalah 'proses dialektis' di mana segala sesuatunya dilakukan oleh individu juga apa yang mereka bangun.
Kedua : untuk mendapatkan atau menjalankan kekuasaan, seseorang membutuhkan mobilisasi dua struktur dominasi sebagai fasilitas. Dalam dimensi kontrol, fasilitas ini terdiri dari sumber daya alokatif (ekonomi) dan otoritatif (politik). Â Sumber daya alokatif mengacu pada kemampuan atau bentuk kapasitas transformatif yang memberi perintah atas barang, benda, atau fenomena material. Â Sumber otoritatif mengacu pada jenis kapasitas transformatif yang menghasilkan pesanan atas orang atau aktor. Istilah 'kekuasaan' harus dibedakan dari istilah dominasi. Dominasi mengacu pada asimetri hubungan pada bidang struktural, sedangkan kekuasaan menyangkut kapasitas yang terlibat dalam hubungan di dataran aktor (interaksi sosial). Oleh karena itu kekuasaan selalu melibatkan kapasitas transformatif, karena tidak ada struktur tanpa aktor, sehingga tidak ada struktur dominasi tanpa hubungan kekuasaan yang terjadi di antara aktor-aktor konkrit. Kekuasaan terbentuk di dalam dan melalui reproduksi dua struktur/sumber daya dominasi (alokatif dan otoritatif). Namun, menurut Giddens tidak pernah mungkin untuk memiliki kekuasaan total atas orang-orang baik dalam sistem totaliter, otoriter, atau penjara karena keberadaan mereka dialektika kontrol. Â Artinya dalam penguasaan selalu terlibat dalam hubungan otonomi dan ketergantungan, baik pada mereka yang mengontrol maupun pada mereka yang dikendalikan meskipun dalam kadar yang minimal.
Ketiga : untuk menegakkan suatu sanksi, masyarakat membutuhkan sarana legitimasi berupa norma atau peraturan (sistem hukum/lembaga hukum). Aspek hukum (normatif) diperlukan untuk memberikan rasa aman (ontological security) dan validitas interaksi yang oleh agen sosial. Perubahan sosial tidak dapat dicapai dengan menentang sistem, tetapi perubahan dapat dicapai melalui koordinasi praktik-praktik yang dilembagakan dalam sistem dan struktur sosial yang melampaui ruang dan waktu. Perubahan sosial dalam dimensi ketiga kelompok strukturasi hanya dapat diubah melalui 'deroutinisasi' dalam kapasitas untuk 'pemantauan refleksif' atau mengambil jarak dari elemen-elemen yang mengelilinginya baik secara pribadi maupun institusional (Giddens, 1984: 7).
Jenis-Jenis Korupsi                Â
 Dikutip dari buku "Theory & Practice of Anti-Corruption Education" berdasarkan studi yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia, praktik korupsi meliputi manipulasi uang negara, praktik suap dan pemerasan, politik uang, dan kolusi bisnis. Pada dasarnya praktik korupsi dapat dikelompokkan menjadi berbagai jenis, antara lain sebagai berikut:
1. Korupsi Uang Negara
Jenis korupsi yang pertama adalah korupsi uang negara. Jenis perbuatan yang merugikan negara ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu mencari keuntungan dengan cara melanggar hukum dan merugikan negara serta menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan negara.
2. Suap
Suap adalah pembayaran dalam bentuk uang atau sejenisnya yang diberikan atau diambil sehubungan dengan korupsi. Jadi, dalam konteks suap, korupsi adalah perbuatan membayar atau menerima suap. Pada umumnya suap dilakukan dengan tujuan untuk memuluskan atau mempermudah tindakan, apalagi jika harus melalui proses birokrasi formal.
3. Penggelapan
Jenis korupsi ini merupakan tindak pidana penggelapan uang rakyat yang dilakukan oleh pegawai pemerintah, swasta atau aparat birokrasi.
4. Â Penipuan
Perilaku ini dapat didefinisikan sebagai kejahatan ekonomi berupa kebohongan. Jenis korupsi ini sendiri merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan umumnya melibatkan pejabat. Dengan demikian, aktivitas penipuan juga merupakan aktivitas relatif. Sementara itu, kegiatan penipuan relatif lebih berbahaya dan memiliki skala yang lebih luas jika dibandingkan dengan suap dan penggelapan.
5. Pemerasan
Korupsi merupakan salah satu bentuk pemerasan, yaitu suatu jenis korupsi yang melibatkan aparat dengan paksaan untuk memperoleh keuntungan sebagai imbalan atas pelayanan yang diberikan. Pemerasan adalah perbuatan yang dilakukan oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melanggar hukum atau menyalahgunakan kekuasaan dengan memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima potongan harga, atau melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. Biasanya pemerasan yang dilakukan oleh penyedia jasa dan warga.
6. Korupsi Penggelapan Jabatan
Penggelapan jabatan juga termasuk dalam kategori yang sering disebut dengan penyalahgunaan jabatan yaitu perbuatan pejabat pemerintah dengan kekuasaannya menggelapkan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau membiarkan orang lain memusnahkan barang bukti yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri dengan merugikan negara.
7. Korupsi Gratifikasi
Jenis korupsi berikutnya adalah korupsi gratifikasi, yaitu tindakan pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara dan tidak dilaporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari setelah menerima gratifikasi. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, dan fasilitas lainnya. Jenis korupsi ini diatur dalam Pasal 12B UU PTPK dan Pasal 12C UU PTPK.
8. Korupsi Benturan Kepentingan dalam Pengadaan
Jenis korupsi yang terakhir ini adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk menyajikan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu instansi atau perusahaan. Orang atau badan yang ditunjuk untuk pengadaan barang atau jasa dipilih setelah melalui proses seleksi yang disebut tender. Pada dasarnya, proses tender harus berjalan dengan bersih dan jujur. Instansi atau kontraktor dengan rapor terbaik dan penawaran biaya paling kompetitif, maka instansi atau kontraktor yang akan ditunjuk dan dikawal, pihak seleksi tidak boleh ikut serta sebagai peserta. Jika ada instansi yang bertindak sebagai penyeleksi sekaligus penawar, bisa dikategorikan korupsi. Hal ini telah diatur dalam Pasal 12 huruf i UU PTPK.
Mengapa banyak kasus tindak pidana korupsi? Apa penyebabnya?
Penyebab terjadinya korupsi adalah ketika perilaku konsumtif masyarakat dan sistem politik yang masih bertujuan pada materi, itu dapat meningkatkan terjadinya permainan uang yang menyebabkan korupsi. Di mana, korupsi itu sendiri adalah tindakan yang tidak akan pernah pecah jika tidak ada perubahan dalam melihat kekayaan. Semakin banyak orang yang salah menafsirkan kekayaan, semakin banyak orang akan melakukan korupsi. Ada 2 (dua) faktor utama yang menyebabkan korupsi, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan korupsi internal dan eksternal juga merupakan pengingat bagi publik agar tidak terjebak dalam praktik korupsi.
- Faktor Internal
Faktor internal adalah salah satu faktor yang menyebabkan korupsi muncul dari diri pribadi seseorang. Ini umumnya dicirikan oleh keberadaan sifat manusia. Dilihat dari segi pelaku korupsi, penyebab korupsi dapat dalam bentuk dorongan dari dalam dirinya yang juga dapat dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadarannya untuk melakukan. Adapun penyebab korupsi dari faktor internan antara lain sebagai berikut:
- Faktor pertama adalah serakah. Keserakahan adalah salah satu sifat manusia yang selalu merasa kurang dengan apa yang mereka miliki atau juga dapat dikatakan sebagai seseorang yang kurang bersyukur. Sifat serakah ini diklasifikasikan sebagai penyebab internal. Secara umum, para pelaku korupsi adalah pejabat atau pejabat tinggi yang sudah memiliki banyak kekayaan. Namun, sifat keserakahan dan serakah memunculkan keinginan besar untuk memperkaya diri sendiri. Orang-orang yang tamak atau serakah akan memiliki keinginan untuk meningkatkan harta dan kekayaan dengan mengambil tindakan yang memrugikan orang lain, misalnya korupsi.
- Faktor internal kedua yaitu moral yang kurang kuat. Orang yang tidak memiliki moral yang kuat tentu akan mudah tergoda untuk melakukan tindakan korupsi. Orang yang memiliki moral yang tidak kuat atau lemah, cenderung mudah dipengaruhi untuk melakukan tindakan korupsi. Pengaruh-pengaruh ini dapat datang dari atasan, rekan kerja, atau pihak mana pun yang memberikan kesempatan untuk melakukan korupsi. Jika seseorang tidak memiliki moral yang kuat atau kurang konsisten dapat menyebabkan pengaruh mudah dari luar untuk masuk ke dalam dirinya.
- Faktor selanjutnya yang menyebabkan korupsi internal adalah karena gaya hidup konsumtif. Menjalani hidup di kota-kota besar biasanya akan mendorong gaya hidup seseorang untuk menjadi lebih konsumtif. Sayangnya, gaya hidup ini sering tidak seimbang dengan apa yang mereka miliki. Penghasilan yang tidak dapat mendukung gaya hidup konsumtif akan mendorong seseorang untuk melakukan apa saja untuk memenuhi keinginan mereka. Jika seseorang memiliki gaya hidup konsumtif dan pendapatan mereka lebih kecil dari konsumsi, maka itu akan menjadi penyebab korupsi.
- Faktor internal lainya adalah dari aspek sosial. Berdasarkan aspek sosial seseorang dapat melakukan tindakan korupsi. Itu bisa terjadi karena dorongan dan dukungan dari keluarga meskipun sifat pribadi seseorang tidak mau melakukannya. Sangat disayangkan jika tindakan korupsi seseorang justru karena dorongan dari keluarga. Keluarga yang seharusnya mengarahkan dan membangun moral yang baik, malah mendukung seseorang ketika dia menyalahgunakan kekuasaannya.
- Lingkungan, dalam kasus ini lingkungan juga dapat menjadi penyebab terjadinya tindak pidana korupsi karena memberi dorongan untuk melakukan korupsi, bukannya memberikan hukuman.
- Faktor Eksternal
Faktor eksternal yang menyebabkan korupsi akan lebih mungkin untuk dipengaruhi dari luar. Adapun faktor eksternal penyebab terjadinya korupsi, antara lain:
- Sikap masyarakat terhadap korupsi, penyebab korupsi dalam aspek ini adalah ketika nilai-nilai dalam masyarakat kondusif terhadap korupsi. Publik tidak menyadari bahwa kehilangan paling banyak atau korban utama ketika ada korupsi adalah diri mereka sendiri. Selain itu, publik juga kurang sadar jika mereka sedang terlibat dalam korupsi. Korupsi tentu akan dicegah dan diberantas jika anda memainkan peran aktif dalam agenda mencegah dan memberantas korupsi. Oleh karena itu, kebutuhan untuk sosialisasi dan pendidikan tentang kesadaran dalam menanggapi korupsi bagi masyarakat itu sangatlah penting.
- Ekonomi, dalam perjalanan hidup seseorang akan ada saat dimana mereka mengalami situasi mendesak terkait dengan ekonomi. Faktor yang mendesak, terutama jika ditambah dengan moral yang lemah, akan membuat seseorang berpikir tentang jalan pintas dalam mengatasi masalah, di antaranya adalah melakukan korupsi.
- Politik, menurut Rahardjo (1983), kontrol sosial adalah proses yang dilakukan untuk mempengaruhi orang untuk berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat. Kontrol sosial dilakukan dengan menggerakkan berbagai kegiatan yang melibatkan penggunaan kekuasaan negara sebagai lembaga yang diorganisasikan secara politis, melalui lembaga-lembaga yang dibentuknya. Dengan demikian ketidakstabilan politik, kepentingan politik, mencapai dan mempertahankan kekuasaan berpotensi menyebabkan perilaku korupsi. Dalam aspek politik korupsi dapat terjadi karena kepentingan politik untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan. Secara umum, dalam aspek politik ini dapat membentuk rantai yang menyebabkan korupsi dari satu orang ke orang lain.
- Organisasi, dalam aspek organisasi yang menyebabkan korupsi dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya kurangnya kepemimpinan yang patut dicontoh, tidak adanya budaya organisasi yang benar, sistem akuntabilitas yang tidak memadai, serta sistem kontrol manajemen yang lemah dan pengawasan yang lemah.
Teori penyebab korupsi
- Teori korupsi Jack Bologne GONE Theory
Faktor-faktor penyebab korupsi adalah keserakahan (greed), kesempatan (opportunity), kebutuhan (needs), dan pengungkapan (exposure). Keserakahan berpotensi dimiliki oleh setiap orang dan terkait dengan individu pelaku korupsi. Organisasi, instansi, atau masyarakat luas dalam keadaan tertentu membuka faktor peluang untuk melakukan penipuan. Faktor kebutuhan sangat erat kaitannya dengan individu untuk menunjang kehidupan yang normal. Dengan sikap rakus, seseorang atau suatu organisasi berpeluang untuk melakukan tindakan curang, memperkaya diri sendiri dan merugikan orang lain. Â Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap individu memiliki kebutuhan. Â Sehingga ada pengungkapan terkait korupsi.
- Teori Korupsi Robert Klitgaard CDMA Theory
Menurut Robert Klitgaard, penyebab korupsi yang disingkat CDMA, yaitu Corruption, Directionary, Monopoly dan Accountability. Jadi dapat disimpulkan bahwa korupsi terjadi karena disebabkan oleh faktor kekuasaan dan monopoli yang disertai dengan akuntabilitas. Korupsi terjadi karena faktor kekuasaan dan monopoli yang tidak disertai akuntabilitas. Perilaku korupsi diibaratkan sebuah persamaan, yaitu korupsi terjadi ketika monopoli dan diskresi besar dan akuntabilitas rendah.
- Teori Korupsi Donald R. Cressey Fraud Triangle Theory
Tiga faktor yang mempengaruhi kecurangan (cheating) adalah kesempatan, motivasi, dan rasionalisasi. Ketiga faktor ini memiliki tingkat pengaruh yang sama satu sama lain. Dengan ketiga faktor tersebut, seseorang atau organisasi dapat melakukan korupsi secara besar-besaran, tanpa memperhatikan kebutuhan orang lain.
- Teori Cost-Benefit Model
Penyebab korupsi dapat didasarkan pada teori Cost-Benefit Model. Teori ini menjelaskan bahwa orang yang melakukan tindak pidana korupsi lebih mementingkan keuntungan yang diperoleh ketika melakukan korupsi daripada resikonya. Sehingga pelaku tindak pidana korupsi seringkali mengabaikan akibat atau resikonya. Menurut teori ini, korupsi terjadi jika manfaat korupsi yang dirasakan lebih besar daripada biaya risikonya.
- Teori Willingness and Opportunity to Corrupt
Penyebab korupsi yang terakhir adalah pandangan teori Willingness and Opportunity to Corrupt. Teori ini menjelaskan bahwa penyebab korupsi adalah adanya peluang atau peluang yang didorong oleh niat atau keinginan untuk kebutuhan atau kepentingan pribadi. Korupsi terjadi ketika ada peluang (kelemahan dalam sistem pemantauan, dll) dan niat atau keinginan (didorong oleh kebutuhan & keserakahan).
Bagaimana dampak korupsi bagi suatu Negara?
Korupsi merupakan tindakan yang sangat merugikan negara. Korupsi mengakibatkan sejumlah bendungan negatif, seperti memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu negara, meningkatkan kemiskinan, meningkatkan ketimpangan pendapatan, dan dapat mengurangi tingkat kebahagiaan rakyat dalam suatu negara. Selain itu, korupsi memiliki dampak buruk yang sangat besar pada masyarakat Indonesia dari berbagai lini kehidupan. Mulai dari dampak pada ekonomi, sosial, birokrasi pemerintah, politik dan demokrasi, penegakan hukum, pertahanan dan keamanan, dan juga pada lingkungan.
Dampak terhadap ekonomi akibat tindak pidana korupsi yaitu, pertumbuhan ekonomi yang lamban, kurangnya investasi, serta penurunan produktivitas. Inilah yang menghambat pengembangan sektor industri dan produksi untuk berkembang lebih baik. Pertumbuhan ekonomi yang lamban dan investasi di sektor swasta, korupsi meningkatkan biaya komersial karena kerugian dari pembayaran ilegal biaya manajemen dalam negosiasi dengan pejabat yang korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Korupsi juga dapat mengurangi pendapatan dari sektor pajak APBN yang sekitar 80% dibiayai oleh pajak. Di mana, pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai (PPN) adalah salah satu jenis pajak yang paling berkontribusi. Penurunan pendapatan yang terjadi dari sektor pajak diperburuk oleh kenyataan bahwa ada banyak karyawan dan pejabat yang tidak bermoral yang bermain untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan memperkaya diri mereka sendiri. Utang negara meningkat karena banyak korupsi yang terjadi di Indonesia. Ini dapat menyebabkan utang luar negeri semakin membengkak. Karena itu, setiap warga negara dilarang melakukan tindakan korupsi.
Bagaimana Cara Pemberantasan Korupsi di Indonesia?
Dilansir dari situs Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, dalam pedoman KPK RI pemberantasan korupsi, terdapat 3 (tiga) strategi yang dapat ditempuh dalam pemberantasan korupsi, antara lain:
- Represif
Strategi represif dilakukan KPK dengan menjerat koruptor ke pengadilan, membacakan tuntutan, dan menghadirkan saksi serta alat bukti pendukung.
 2. Perbaikan Sistem                     Â
Dalam strategi perbaikan sistem, KPK memberikan rekomendasi kepada kementerian atau lembaga terkait untuk melakukan langkah perbaikan. Tidak hanya itu, strategi ini juga dilakukan melalui penataan pelayanan publik melalui koordinasi dan pengawasan pencegahan serta mendorong transparansi penyelenggara negara. Untuk mendorong transparansi penyelenggara negara, KPK menerima LHKPN dan gratifikasi.
 3. Edukasi dan Kampanye
Edukasi dan kampanye dilakukan sebagai bagian dari pencegahan dan memiliki peran strategis dalam pemberantasan korupsi. Melalui edukasi dan kampanye ini, KPK meningkatkan kesadaran masyarakat tentang dampak korupsi, mengajak masyarakat untuk terlibat dalam gerakan pemberantasan korupsi serta membangun perilaku dan masyarakat anti korupsi. Kegiatan pendidikan dan kampanye harus dilakukan sebagai bagian dari pencegahan, tidak hanya untuk siswa dan masyarakat umum.
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Tahun 2004-2007 mengatur empat strategi pemberantasan korupsi, yaitu:
 1. Pengembangan kelembagaan
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi pengembangan kelembagaan ini merupakan pembentukan lembaga komisi pemberantasan korupsi yang efektif. Strategi pengembangan kelembagaan ini dijabarkan dalam beberapa kegiatan yang terdiri dari:
a) penyusunan struktur organisasi,
b) penyusunan kode etika,
c) penyusunan rencana strategis,
d) penyusunan rencana kinerja,
e) penganggaran,
f) penyusunan prosedur operasi standar,
g) penyusunan sistem manajemen sumber daya manusia,
h) rekrutmen penasihat dan karyawan dan pengembangan karyawan,
i) penyusunan sistem pengelolaan keuangan,
j) penyiapan teknologi informasi pendukung,
k) penyediaan peralatan dan fasilitas, dan
l) persiapan mekanisme pengendalian internal.
 2. Penegakan
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi tindakan ini merupakan peningkatan penyelesaian kasus korupsi. Strategi penegakan ini dijabarkan dalam beberapa kegiatan yang terdiri dari:
a) pengembangan sistem dan prosedur peradilan tindak pidana korupsi yang ditangani langsung oleh KPK,
b) melakukan penyidikan, penyidikan dan penuntutan perkara pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi,
c) pengembangan mekanisme, sistem dan prosedur pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap penyelesaian perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh polisi dan kejaksaan,
d) identifikasi kelemahan dan konflik hukum antara undang-undang yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi, dan
e) pemetaan kegiatan yang berindikasi tindak pidana korupsi.
 3. Meningkatkan partisipasi masyarakat
Tujuan yang ingin dicapai oleh strategi meningkatkan partisipasi masyarakat adalah terbentuknya partisipasi aktif dan partisipasi dari seluruh komponen bangsa dalam memberantas korupsi. Strategi peningkatan partisipasi komunitas ini digambarkan dalam sejumlah kegiatan terdiri dari:
a) pengembangan hubungan kerja sama antar KPU,
b) mengembangkan hubungan kerjasama antara Komisi Pemberantasan Korupsi bersama masyarakat, sosial, agama, profesi, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang didampingi oleh dengan rumusan peran masing-masing dalam upaya tersebut pemberantasan korupsi,
c) pembinaan hubungan kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan mitra pemberantasan korupsi di luar negeri secara bilateral dan multilateral,
d) pengembangan dan implementasi anti. Â Kampanye korouspi nasional terintegrasi dengan arahan membentuk budaya anti korupsi,
e) pengembangan database profil korupsi, dan
f) pembangunan dan penyediaan akses kepada publik informasi terkait korupsi.
Daftar Pustaka
https://www.merdeka.com/jatim/pengertian-korupsi-dan-penyebabnya-penting-dipelajari-kln.html
https://www.gramedia.com/literasi/apa-itu-korupsi/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H