Apapun yang terjadi, aku tetap ingin menikah dengan Addie. Aku tak peduli jika ia sudah tak bernyawa lagi. Mungkin memang ada aturannya, tetapi sampai saat ini, aku belum pernah mendengar aturan tentang larangan menikah dengan orang yang sudah mati.
Tidak. Adilisia tidak mati. Ia hanya tak bernyawa. Bagiku, ia masih tetap Adilisia yang hidup. Ia akan selalu hidup di dalam hatiku. Dan ia akan hidup dengan bahagia bersamaku. Bukan sampai maut memisahkan kita. Tapi sampai selamanya.
…
"Bawa saja dia ke rumah sakit jiwa," ujar suara berat yang kukenali sebagai suara ayah mertuaku.
"Aku tidak perlu ke rumah sakit jiwa. Aku merasa masih seratus persen waras," sahutku.
Ibuku keluar dari apartmentku untuk menangisi aku. Kemudian ibu mertuaku menyusulnya.
"Tidak ada orang waras yang menikahi mayat!" Sekarang giliran ayahku yang ikut menghakimiku. Bahkan orang tuaku sudah menganggap aku gila.
"Aku mengenalmu lebih lama daripada dia, Judas! Sekarang Addie sudah pergi, sudah tak mungkin lagi untuk menikahi dia!" Anna merengek lagi. "Kau tidak bisa terlarut dalam kesedihan sampai seperti ini! Masih ada aku! Aku tidak akan pernah meninggalkanmu!"
"Sudahlah, tidak apa kalau kalian sudah tak ingin menerimaku sebagai keluarga kalian. Cukup tinggalkan aku dan Addie saja disini. Jangan khawatirkan kami."
Perdebatan singkat terjadi.
Sampai perdebatan itu sudah tidak bisa didebatkan lagi.