"Angkat aja Mas, barangkali penting atau aku harus turun dulu? Takut ada pembicaraan yang tidak boleh aku dengar, mungkin," desakku padanya untuk mengusir rasa penasaran.
"Nggak apa-apa kok Ti, itu cuma teman kerja aja, tepatnya teman kerja yang suka mengganggu, namanya Rani. Dia udah punya suami, tapi nggak tahu kenapa suka banget telepon aku," paparnya membuat hatiku gusar.
"Oh,"
"Kok, 'Oh' aja sih, kamu nggak cemburu, ya?" tanya Amar padaku, sepertinya lagi menggoda.
Setelah kejadian itu, aku lebih memilih menjaga jarak dengan Amar. Amar pun tampaknya paham betul kenapa ada perbedaan sikap dariku.
Keesokan harinya. Amar meminta waktu padaku disela jam istirahat kerja agar menemuinya, untuk mengajak makan siang yang tidak jauh dari kantorku.
Amar sudah menunggu di kafe depan kantor, aku melihat Amar duduk tidak sendiri, dia bersama seorang wanita. Penampilannya membuat hatiku memanas, dia cantik terlihat begitu anggun.
"Hallo, Mas," sapaku.
"Hai Ti, oh iya ini kenalkan namanya Rani yang kemarin telepon aku," ujar Amar saat mengenalkannya padaku.
"Ran, ini Tisya calon istriku!" tegas Amar.
Hah?!